Tarhib Ramadhan
Cak Yo
Hari ini kita masih berada di bulan ke-8 Hijriah, yaitu bulan Sha'bân atau Sya'ban, yang secara etimologi (lughat) berarti tersebar, karena pada bulan ini, orang-orang Arab, waktu itu, kembali menyebar mencari rezeki atau berperang, setelah empat bulan sebelumnya yang disebut al-asyhur al-hurum (bulan-bulan haram), Dhulqa'dah, Dhulhijjah, Muharram, dan Rajab dilarang berperang (Q.s. al-Tawbah: 36 dan H.R. Bukhârî dan Muslim). Kini, bulan Sya'ban ini, tinggal beberapa hari saja, sebentar lagi kita akan memasuki bulan ke-9, bulan Ramadhan.
Pada bulan Ramadhan banyak aktivitas positif yang dapat dilakukan. Selain melaksanakan ibadah puasa wajib, juga aktivitas atau amaliyah lainnya yang dianjurkan, seperti salat tarawih, tadarus, i'tikaf, dan lainnya.
Hampir setiap bulan Ramadhan, saya biasa membuat Catatan Ramadhan sebagai bahan renungan khususnya untuk diri saya sendiri. Pada waktu saya menjadi peneliti muda di International Institute of Islamic Thought (IIIT) Indonesia, sebuah lembaga pemikiran Islam internasional yang merupakan cabang dari Virginia USA, antara tahun 2001-2003, saya dan kawan-kawan dilatih menulis, di bawah bimbingan mentor saya Prof. Dr. Dawam Rahardjo, waktu itu Presiden IIIT-I, dan Prof. Bambang Pranowo, Guru Besar UIN Jakarta. Selain karya ilmiah berupa makalah, artikel jurnal, laporan riset, atau resensi buku, saya juga sering menulis apa saja yang terbersit di pikiran saya, ide-ide yang terkadang muncul begitu saja atau menulis tentang suatu momen, misalnya momen bulan Ramadhan atau hari raya.
Pada bulan Ramadhan saya rutin menulis Catatan Ramadhan, hampir setiap tahun. Saya masih ingat, pada waktu di IIIT-I itu, saya menulis hampir setiap hari, hampir sebulan penuh. Hasilnya lebih dari 20 Catatan Ramadhan saya. Beberapa saya simpan dalam facebook, namun, sebagian besarnya tertinggal dalam komputer di kantor IIIT yang sudah tidak mungkin terlacak lagi sejak keluarnya kebijakan Presiden George W. Bush yang mengawasi ketat lembaga-lembaga Islam di Amerika, bahkan termasuk lembaga penelitian Islam IIIT di Virginia, akibat peristiwa 11 September 2001, yang berimbas juga kepada cabang-cabang IIIT di berbagai negara, termasuk IIIT Indonesia. Jadi karena komputernya entah ke mana, sejak pindahnya kantor IIIT-I ke rumah Prof. Dawam, sehingga banyak tulisan saya yang tidak terselamatkan. Hanya sebagian yang tersimpan di beberapa media online seperti blog dan terutama facebook.
Bagaimanapun saya sangat berterima kasih kepada Prof. Dawam Rahardjo (Allâhu yarham) yang telah membimbing saya untuk belajar meneliti dan menulis dan menjadi bagian dari upaya perkaderan intelektualnya sejak beliau di LSAF dan LP3S yang telah melahirkan intelektual Muslim seperti Prof. Azyumardi Azra yang kemudian menjadi pembimbing disertasi saya, dan Prof. Fachry Ali, keduanya adalah Guru Besar UIN Jakarta.
Salah satunya catatan saya tentang Ramadan berjudul "Tarhib Ramadhan" yang saya simpan di facebook pada tahun 2012. Begini tulisannya:
Menginjak bulan Rajab dan Sya'ban rasanya Ramadhan semakin dekat saja, lebih-lebih sering diingatkan oleh para ustadz dan mubaligh di berbagai pengajian. Bulan Rajab, Sya'ban dan Ramadhan memang merupakan tiga rangkaian bulan yang disebutkan oleh Nabi saw. dalam doa'nya: "Allâhumma bâriklanâ fî rajaba, wa sha'bânâ wabalighnâ ramadhânâ (Ya Allah berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya'ban dan sampaikan kami pada bulan Ramadhan)".
Ungkapan terakhir dalam doa Nabi saw, “sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan” berisi permohonan agar dipertemukan usia sampai kepada bulan Ramadhan, mengingat tidak sedikit pun di antara saudara-saudara kita yang berpulang ke alam baka sebelum memasuki bulan Ramadhan.
Menyambut bulan Ramadhan umpama menyambut orang yang dirindukan. Baru mendengar kabar kedatangannya saja hati sudah bergembira bahwa sebentar lagi yang dirindukan itu akan segera tiba. Demi menyambut kedatangannya dipersiapkanlah segala sesuatunya. Sambutan yang membuat orang yang dirindukan itu akan merasa senang dan bahagia dengan kedatangannya.
Bergembira bersuka ria menyambut bulan Ramadhan dengan segala persiapannya baik lahir maupun batin, dengan berbagai ekspresi dapat kita lihat di berbagai belahan dunia termasuk di tanah air ini, misalnya dengan berziarah ke makam keluarga, bahkan ada yang melakukan pawai dan berbagai ekspresi lainnya yang menunjukan rasa gembira akan kedatangan bulan Ramadhan.
Dalam rangka menyambut bulan Ramadhan itu, kaum muslim dengan suka cita mengadakan berbagai kegiatan dengan tajuk, "Tarhib Ramadhan". Kata "tarhib" dalam bahasa Arab berarti menyambut atau menerima dengan baik. Dalam konteks Islam, tarhib Ramadan merupakan bentuk persiapan spiritual dan fisik menjelang bulan penuh berkah.
Bersuka cita atas datangnya bulan Ramadhan merupakan perbuatan terpuji yang dikatakan Nabi saw. bahwa orang yang melakukannya diharamkan jasadnya akan siksa neraka, "man fariha bidukhuli ramadhan, harramahu jasadahu 'ala al-niran" ("Barangsiapa bergembira dengan masuknya Ramadhan, diharamkan jasadnya api neraka").
Perasaan suka cita atau gembira akan datangnya bulan Ramadhan merupakan cerminan keimanan kepada Allah dan menunjukkan tingkat spiritual yang tinggi. Hanya orang-orang yang beriman dan memiliki spiritualitas yang tinggi-lah yang bergembira menyambut sebuah momentum di mana dirinya akan melakukan laku rohani berupa ibadah puasa dan ibadah-ibadah lain yang diperintahkan di dalamnya baik ibadah wajib maupun sunnah.
Bagi orang beriman, betapa tidak bergembira, pada bulan Ramadhan, ibadah ritual dan ibadah sosial lipatgandakan pahalanya. Karena itulah, Allah Swt. dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah:183 hanya mewajibkan ibadah puasa/shaum kepada orang-orang beriman, bukan kepada manusia pada umumnya, bahkan bukan kepada orang-orang islam (muslim) sebab tidak semua muslim akan menjalankannya. Tidak sedikit orang Islam (lebih memilih mengaku Islam) yang enggan menjalankan ibadah puasa walaupun sudah terkena taklif/kewajiban dan tanpa uzur atau halangan. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua orang Islam itu beriman (melaksanakan ajaran Allah dan Rasulullah).
Orang beriman adalah orang yang menjalankan ajaran Allah dan Rasul-Nya saw. Dengan demikian orang yang menjalankan ibadah puasa pada bulan Ramadhan adalah orang beriman, yakni mengikuti ajaran Allah dan Rasul-Nya. Adapun orang yang tidak menjalankannya bukanlah termasuk orang beriman, yakni bukan orang yang mengikuti ajaran keduanya itu, yaitu perintah berpuasa. Oleh karena itu, satu-satunya ibadah yang diperintahkan oleh Allah dalam Al-Qur'an yang diawali dengan seruan, "Hai orang-orang beriman...", hanyalah ibadah puasa/shaum. Perintah salat, zakat, haji, dan ibadah-ibadah lainnya tidak diawali dengan seruan demikian.
Tanda-tanda orang beriman yang menjalankan ibadah puasa sudah terlihat sebelum memasuki bulan Ramadhan, yaitu rasa gembira tadi, rasa senang dan bahagia. Berbagai ekspresi gembira menyambut bulan Ramadhan seperti memasang spanduk-spanduk "Marhaban ya Ramadhan...", mengadakan pengajian-pengajian menyambut bulan Ramadhan, dan berbagai ekpresesi lainya mudah-mudahan merupakan cerminan hati yang bahagia penuh dengan keikhlasan. Apa artinya berbagai ekpresi yang bersifat lahiriah saja apabila tidak datang dari hati yang ikhlas sebab Allah tidak menilai dari ekpresi lahiriahnya semata, namun yang dinilai Allah adalah dari hati. Itulah makna sabda Nabi saw., "Innallah layandhuru ila ajsadikum wala suwarikum walakin yandhuru ila qulubikum (Sungguh Allah tidak melihat kepada jasad dan rupa (lahiriah) kalian, tetapi melihat kepada hati kalian").
Seakan sudah tidak sabar akan kedatangan orang yang dirindukan, satu dua hari akan datangnya bulan Ramadhan kita terus bertanya-tanya kapan akan datangnya hari yang dinanti-nantikan, hari Sabtukah atau hari Ahadkah. Banyak orang yang sudah siap berpuasa pada hari Sabtu (Ramadhan tahun ini), bahkan ada tariqat yang sudah berpuasa pada beberapa hari sebelum sebagian besar kaum Muslim berpuasa. Sebagian dengan sabar menunggu pengumuman pemerintah yang terlebih dahulu mengadakan sidang itsbat untuk menentukan kapan awal Ramadhan dimulai.
Begitu masuk malam pertama bulan Ramadhan masjid-masjid semarak untuk memulai shalat tarawih (shalat sunnah sesudah shalat isya pada bulan Ramadhan). Masjid-masjid penuh sesak. Yang tidak biasa ke masjid, pada malam itu pergi ke masjid, mulai dai anak-anak sampai lansia. Malam pertama bulan Ramadhan itu tumpah ruah laki-laki perempuan, anak-anak, remaja sampai orang tua memenuhi masjid-masjid dan musala-musala.
Pada dini hari, masjid-masjid hingar bingar dengan pengeras suara yang memberitahukan saat datangnya waktu sahur. Ssuara orang mengaji Al-Qur'an walau kebanyakan dengan kaset juga tidak ketinggalan. Barangkali tidak ada satu pengikut agama manapun yang secara masal di seluruh dunia melaksanakan ibadah puasa Ramadhan seperti yang dilakukan oleh pengikut Rasulullah Muhammad saw. Ini merupakan ekpresi kesetiaan dan ketaatan luar biasa yang dilakukan oleh pengikut Rasulullah saw. yang tidak luntur bahkan sampai di dunia modern ini, yang barangkali tidak akan ditemukan pada pengikut agama lain.
Kaum Mu'min percaya bahwa bulan Ramadhan merupakan bulan yang sangat dimuliakan. Bulan yang di dalamnya segala amal baik dilipatgandakan pahalanya walapun hanya memberi sebungkus makanan atau segelas air minum untuk berbuka puasa. Bulan yang di dalamnya wahyu Allah (Al-Qur'an) yang merupakan petunjuk bagi manusia dan pembeda antara yang hak dan batil, pertama kali diturunkan. Bulan yang di dalamnya ada malam yang lebih mulia dari seribu bulan, yang disebut malam ketentuan (lailah al-qadr), malam yang di dalamnya turun para malaikat dan roh-roh suci sampai terbitnya fajar. Bulan yang dikenal sebagai bulan rahmat, bulan pengampunan dosa, dan bulan pengampunan dari api neraka.
Pada bulan ini pula selain ibadah puasa wajib, ada kewajiban lain yang lebih bernuansa sosial, yakni membayarkan sejumlah makanan pokok atau dapat diganti dengan sejumlah uang yang disebut sebagai zakat. Zakat ini dibayarkan diperuntukkan bagi orang-orang yang berhak menerimanya terutama fakir-miskin. Zakat lebih banyak mengandung unsur sosial, merupakan perwujudan solideritas kepada mereka yang tidak memiliki kemampuan secara ekonomi. Sedangkan puasa lebih bernuansa spiritual seperti disampaikan oleh Nabi saw., di mana Allah berfirman dalam hadits qudsy, “Puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya”.
Baik puasa maupun zakat merupakan dua kewajiban (rukun) di antara lima rukun Islam yang apabila dilakukan dengan baik dan benar akan menimbulkan efek luar biasa bagi yang melaksanakannya. Puasa bila dilakukan dengan baik dan benar akan menimbulkan efek rohani luar biasa seperti kesucian hati, pembersihan diri dari sifat-sifat tercela (madzmumah) dan munculnya sifat-sifat terpuji (mahmudah). Sedangkan zakat bila dikelola dengan baik misalnya dengan manajemen modern akan menimbulkan efek bagi kesejahteraan dan kesejahteraan umat. Bila dua jenis ibadah ini (puasa dan zakat) belum menimbulkan efek positif bagi umat, barangkali ada sesuatu yang salah dalam menunaikan dan mengelolanya. Bila dijalankan secara baik dan benar maka memasuki bulan berikutnya (Syawal dan seterusnya), kita akan kembali ke fitrah. Fitrah rohani sebagai efek dari puasa berupa kesucian, dan fitrah Jasmani sebagai efek zakat berupa kesejahteraan dan kesejahteraan umat. Marhaban ya Ramadhan, syahrus shiyam, syahrul mubarak. Selamat menyambut bulan suci Ramadhan.
Cak Yo, 2012.
Komentar
Posting Komentar