LOGIKA ARAB: EKSPLORASI PERKEMBANGAN DARI MASA KE MASA DAN DARI BERBAGAI KAWASAN


Cak Yo

Pengantar

Terus terang dulu waktu saya mengaji di madrasah saya tidak sempat belajar logika atau mantiq. Teman-teman saya yang sudah senior sudah belajar kitab mantiq, Sulam al-Munawraq karya Syekh al-Akhdari. Selain usia saya masih terlalu dini, waktu itu, saya diarahkan ajengan atau kyai lebih ke qiro'at. Dan beberapa kali saya ikut MTQ, tingkat anak-anak, dari tingkat desa sampai tingkat kabupaten. Saya mengenal logika lebih intens saat saya kuliah, terutama waktu kuliah magister di Departemen Magister of Islamic Philosophy di mana saya mendapatkan beasiswa penuh dari The Islamic College for Advanced Studies (ICAS) London, yang sekarang menjadi The Islamic College,  yang membuka kelas double degree (Master of Arts dan Magister Falsafah Agama) di Jakarta bekerjasama dengan Universitas Paramadina. Sebagai program Magister of Islamic Philosophy,  Logika (Logic) merupakan salah satu mata kuliah wajib yang harus ditempuh mahasiswa. Dosen pengampu mata kuliah ini adalah Dr. Mosein Meiri, Rektor Islamic College, dan Prof. Nurcholish Madjid, Rektor Universitas Paramadina. Cukup sulit juga belajar logika dengan pengantar bahasa Inggris, referensi Inggris dan Arab, dan ujian pun menggunakan bahasa Inggris. Hasilnya, saya mendapat nilai B untuk mata kuliah Logika. 

Belajar Logika melalui perkuliahan itu mendorong saya untuk kembali membaca kitab-kitab dan buku-buku tentang subjek ini. Tradisi intelektual Islam ternyata sangat kaya demgan tokoh-tokoh logika. Melalui pembacaan terhadap logika Arab bertemulah saya dengan para ahli logika, para ulama ahli mantiq. Meskipun pro dan kontra tentang hukum mempelajari mantiq serta perdebatan yang cukup kencang di antara para ulama, tidak menjadikan logika Arab mandeg. Justru berkembang bersama cabang-cabang falsafah lainnya. 

Belakangan ini, saya membaca sebuah buku tentang sejarah logika Arab yang juga memuat tokoh-tokoh, karya-karya dan pemikiran logika Arab dari masa ke masa dan dari berbagai kawasan dunia Islam. Buku itu karya Khaled El-Rouayheb berjudul, The Development of Arabic Logic (1200-1800), diterbitkan Schwabe Verlag, 2019. Buku yang menarik; dan untuk itu saya gambarkan isinya. 

Penulis buku ini, Khaled El-Ronayheb adalah Profesor Bahasa Arab dan Sejarah Intelektual Islam James Richard Jewett di Universitas Harvard. Publikasinya meliputi monograf Relational Syllogiums and the History of Arabic Legic, 500-1900 (2005) dan Jalamic Intellectual History in the Seventeenth Century (2015). Ia adalah salah satu editor (bersama Sabine Schmidtke) The Oxford Handbook of Islamic Philosophy (2016).

Perkembangan Logika Arab

Dalam The Development of Arabic Logic (1200-1800) Khaled El-Rouayheb Khaled El-Rouayheb memberikan eksplorasi mendalam tentang sejarah perkembangan logika dalam tradisi intelektual Islam selama enam abad. Buku ini terbagi menjadi beberapa bagian yang mencakup berbagai era dan tradisi, mulai dari periode awal (1200-1350), tradisi Islam Timur (1350-1600), tradisi Islam Barat (1350-1600), hingga perkembangan di Iran, Indo-Muslim, Turki Utsmani, Afrika Utara, dan komunitas Arab Kristen antara tahun 1600-1800.

El-Rouayheb tidak hanya membahas perkembangan ide-ide logika tetapi juga menyajikan analisis terhadap pemikiran para tokoh besar, seperti Fakhr al-Din al-Razi, Nasir al-Din al-Tusi, Mulla Sadra, dan lainnya. Setiap bagian membahas kontribusi individu dari berbagai wilayah, menggambarkan diversitas dan kekayaan tradisi intelektual Islam.

Buku ini mencakup prolog tentang perkembangan logika Arab sebelum tahun 1200, diikuti oleh diskusi terperinci tentang tokoh-tokoh besar dalam setiap periode, seperti Fakhr al-Din al-Razi, Zayn al-Din al-Kashshi, Nasir al-Din al-Tusi, dan Mulla Sadra, serta tokoh dari berbagai tradisi seperti Ahmed Tashkopruzade dari Turki Utsmani dan Hasan al-Attar dari Afrika Utara. Bab penutup menyajikan kesimpulan tentang pengaruh logika Arab di dunia intelektual Islam dan perannya dalam tradisi filsafat global.

Dilengkapi dengan catatan transliterasi, indeks nama, indeks judul, dan referensi literatur dalam bahasa Arab, Persia, Turki, Urdu, dan Barat, buku ini merupakan rujukan yang sangat berharga bagi akademisi, sejarawan filsafat, dan mereka yang tertarik pada tradisi intelektual Islam.

Dalam periode Logika Arab, 1200-1350, Khaled El-Rouayheb mencatat kontribusi sejumlah pemikir besar yang berperan penting dalam perkembangan logika Islam. Tokoh-tokoh tersebut meliputi Fakhr al-Din al-Razi (w. 1210), Zayn al-Din al-Kashshi (w. 1221), Sayf al-Din al-Amidi (w. 1233), Afdal al-Din al-Khunaji (w. 1248), Athir al-Din al-Abhari (w. 1265), Nasir al-Din al-Tusi (w. 1274), Najm al-Din al-Katibi (w. 1276), Siraj al-Din al-Urmawi (w. 1283), dan Ilon Kammuna (w. 1284). Selain itu, pemikir seperti Ibnu Wasil al-Hamawi (w. 1298), Syams al-Din al-Samarqandi (w. 1322), Ibn al-Mutahhar al-Hilli (w. 1325), Sadr al-Shari’a al-Mahbubi (w. 1347), Syams al-Din al-Isfahani (w. 1349), dan Qutb al-Din al-Razi al-Tahtani (w. 1365) juga memberikan kontribusi signifikan terhadap pengembangan teori logika pada era ini.

Dalam tradisi Islam Timur pada periode 1350-1600, tokoh-tokoh terkemuka yang muncul meliputi Sa’d al-Din al-Taftazani (w. 1390), al-Sayyid al-Sharif al-Jurjani (w. 1413), Haci Pasa Hızır Aydini (fl. 1370-1421), Mehmed Fenari (w. 1431), Sadid al-Din Ibnu Turka (w. 1432), Karaca Ahmed (w. 1450), al-Sayyid Ali al-Ajami (w. 1456), Imad al-Farisi (fl. 1446-1464), dan Mulla Da’ud al-Khwafi (fl. 1465). Pemikir lain seperti Sadr al-Din al-Dashtaki (w. 1498), Jalal al-Din al-Dawani (w. 1502), Qadi Mir Husain al-Maybudi (w. 1504), Ghiyath al-Din Mansur Dashtaki (w. 1542), Haji Mahmud Nayrizi (fl. 1498-1526), ‘Isam al-Din Ibrahim al-Isfarayini (w. 1536), Hasan ibn Husain al-Amlashi (fl. 1548), Ahmed Tashkopruzade (w. 1561), Mir Fakhr al-Din al-Sammaki (w. 1577), Mirza Jan Baghnawi (w. 1587), dan lainnya turut memperkaya tradisi logika Islam di wilayah ini.

Tradisi Islam Barat (1350-1600) juga melahirkan pemikir-pemikir seperti Muhammad al-Sharif al-Tilimsani (w. 1370), Ibn 'Arafa al-Warghami al-Tunisi (w. 1401), Sa’id al-Iqbani (w. 1408), Ibn Marzuq al-Hafid (w. 1439), Ibrahim ibn Fa’id al-Zawawi (w. 1453), Muhammad ibn Yusuf al-Sanusi (w. 1490), Muhammad ibn Abd al-Karim al-Maghili (w. 1503), Abd al-Rahman al-Akhdari (w. 1546), dan Ahmad ibn Ahmad Aqit al-Timbukti (w. 1583).

Pada periode 1600-1800, tradisi Iran menghasilkan tokoh-tokoh seperti Mir Damad (w. 1631), Mulla Sadra (w. 1635), Aqa Husain Khwansari (w. 1687), Mulla Mirza Shirwani (w. 1687), Muhammad Yusuf Tihrani (fl. 1692), dan Baha’ al-Din Muhammad Isfahani (w. 1725). Tradisi Indo-Muslim memperkenalkan pemikir seperti Abd al-Hakim Siyalkuti (w. 1657), Muhammad Rashid Jawnpuri (w. 1672), Mir Zahid Harawi (w. 1689), dan Fazl Imam Khayrabadi (w. 1828). Sementara itu, tradisi Turki Utsmani menghadirkan nama-nama seperti Ahmed Tashkopruzade (w. 1561), Mehmed Emin Sadruddin-zade (w. 1627), dan Kara Halil Tirevi (w. 1711). Tradisi Afrika Utara dan komunitas Arab Kristen di periode ini juga menghasilkan pemikir signifikan seperti al-Hasan al-Yusi (w. 1691), Ahmad al-Mallawi (w. 1767), dan Butrus al-Tulawi (w. 1745).

Buku ini menyajikan gambaran yang sangat rinci tentang kontribusi para pemikir dalam setiap periode dan wilayah, menyoroti keanekaragaman tradisi intelektual Islam dalam pengembangan logika.

Menarik juga untuk saya terjemahkan bagian Pengantarnya seperti berikut:

Menjelang modernitas, pada awal abad kesembilan belas, logika merupakan bagian pokok dari pendidikan madrasah di semua pusat utama pembelajaran Islam, dari Fes dan Tunis di Maghreb hingga Qom dan Lucknow di Timur. Hampir semua siswa diharapkan untuk mempelajari setidaknya dasar-dasar disiplin ilmu tersebut, dan siswa yang lebih ambisius akan mempelajari teks-teks tingkat menengah dan lanjutan juga. Karya-karya tentang logika secara rutin ditulis; karya-karya ini sering kali berupa komentar dan glosarium pada buku pegangan madrasah standar, tetapi terkadang juga berupa risalah tentang topik-topik tertentu atau bahkan buku pegangan baru. Beberapa dari risalah, buku pegangan, komentar, dan glosarium ini termasuk di antara buku-buku paling awal yang diterbitkan pada abad kesembilan belas oleh percetakan dan litografi yang baru didirikan di Maroko, Kairo, Istanbul, Kazan, Iran, dan India.

Status logika sebagai disiplin instrumental inti, yang inti-intinya harus dikuasai oleh setiap pelajar yang serius, sudah ada sejak abad kedua belas dan ketiga belas. Seiring dengan meluasnya lembaga madrasah dari daerah-daerah Seljuk di Asia Tengah dan Timur, logika biasanya mendapat tempat dalam kurikulum, meskipun tidak tanpa beberapa penolakan awal dari para sarjana tradisionalis. Tokoh-tokoh berpengaruh seperti al-Ghazali (w. 505/1111) dan Fakhr al-Din al-Razi (w. 606/1210) menganggap logika sebagai ilmu yang sah yang dapat membantu para ahli hukum dan teolog Islam menilai argumen dan menghindari kesalahan penalaran (Marmura 1975; Shihadeh 2005). Ini menjadi putusan umum dalam kurun waktu 1200 hingga 1800, meskipun penentangan tidak hilang sepenuhnya, khususnya di dunia Arab-Islam (berbeda dengan dunia Turki-Persia), dan telah diperkuat pada periode modern dengan bangkitnya Salafisme fundamentalis (El-Rouayheb 2004).

Ketika logika menjadi "naturalisasi" di lingkungan madrasah, logika pada dasarnya melepaskan hubungan eratnya dengan filsafat Aristoteles/Neo-Platonis. Banyak dari mereka yang mengajar dan mempelajari disiplin ilmu tersebut pada abad-abad berikutnya memiliki sedikit atau tidak ada minat pada fisika atau metafisika. Sejalan dengan transformasi ini, penggunaan logika, fokus disiplin itu sendiri berubah. Selama abad kedua belas dan ketiga belas, para ahli logika berhenti terlibat langsung dengan terjemahan bahasa Arab dari karya-karya Aristoteles, dan sebaliknya mengandalkan buku pegangan ringkas yang ditulis oleh para sarjana Muslim. Buku pegangan semacam itu hanya sedikit atau tidak memberikan perhatian pada Kategori atau Analisis Posterior Aristoteles. Logika mulai dilihat sebagai disiplin metafisik yang tidak kontroversial yang menyelidiki, dengan cara yang murni formal atau netral topik, aturan untuk perolehan konsep yang tidak jelas dari konsep yang jelas melalui definisi dan deskripsi, dan untuk perolehan persetujuan yang tidak jelas dari persetujuan yang jelas melalui silogisme. Kategori Aristoteles, atau teorinya tentang ilmu demonstratif, memiliki sedikit atau tidak ada tempat dalam skema baru ini. (Seperti yang akan terlihat di bawah, pada abad ketujuh belas dan kedelapan belas ada beberapa upaya di Iran Safavid dan di antara orang Arab Kristen Uniate di Levant untuk membalikkan perkembangan ini dan menempa kembali hubungan antara logika dan filsafat Aristoteles.) Topik dan Retorika Aristoteles, yang oleh para Aristoteles Arab awal dianggap sebagai bagian dari Organon logis (Black 1990), juga dianggap sebagian besar bersifat ekstrinsik terhadap logika. Dialektika dan retorika dikembangkan di madrasah sebagai disiplin ilmu terpisah yang masing-masing disebut adab al-hakth (aturan perdebatan) dan ma ani wa bayan (semantik dan retorika).

Karena hubungannya dengan fisika dan metafisika Aristoteles Neo-Platonis melemah atau terpecah, logika menjalin hubungan baru dengan disiplin ilmu lain, khususnya hukum, teologi, tata bahasa, dan retorika. Buku pegangan selanjutnya tentang yurisprudensi (usül al-figh) dan teologi (kalam) dipenuhi dengan istilah teknis dan bentuk argumen yang diambil alih dari logika. Beberapa buku pegangan ini mencakup bab pembuka tentang logika, misalnya Mukhtasar al-Muntaha (Intisari Yang Mahatinggi), sebuah buku pegangan yang berpengaruh tentang yurisprudensi oleh sarjana Mesir Ibn al-Hajib (w. 646/1249), dan Tawali al-anwar (Terbitnya Cahaya), sebuah buku pegangan tentang teologi filosofis oleh sarjana dan hakim Persia al-Baydawi (w. 719/1317) (Ibn al-Hajib 2006, Baydawi 1991), dalam karya-karya berpengaruh dari ahli tata bahasa yang berbasis di Kairo, Ibn Hisham (w. 761/1360), terminologi logis dikemukakan ketika membahas definisi konsep-konsep kunci dalam sintaksis bahasa Arab, dengan asumsi yang jelas bahwa para pembaca telah familier dengan logika dasar (Ibn Hisham 2007). Asumsi yang sama terlihat dalam karya-karya Arab selanjutnya tentang retorika, seperti buku pegangan Talkhiy al-Miftah (Ringkasan Kunci) yang sangat berpengaruh karya al-Khatib al-Qazwini (w. 739/1338) dan banyak komentarnya di kemudian hari (Qa-zwini 2004). Apa pun pertentangan yang ada pada abad-abad awal Islam, antara tata bahasa Arab dan disiplin logika yang terinspirasi dari Yunani tidak lagi terlihat setelah abad kedua belas.

Banyaknya buku pegangan, komentar, dan glosarium logika berbahasa Arab yang masih ada membuktikan meluasnya studi logika selama periode yang oleh para sejarawan Eropa disebut sebagai periode "akhir abad pertengahan" dan "awal modern". Di Turki saja, lebih dari empat ribu manuskrip logika yang masih ada yang disalin antara tahun 1300 dan 1800 tercantum di situs web Kementerian Kebudayaan Turki (www.yazmalar.gov.tr) sebagai yang masih ada di berbagai perpustakaan Turki. Meskipun banyaknya materi yang masih ada, studi tentang sejarah logika dalam peradaban Islam masih dalam tahap awal. LOrganon d'Aristote dans le monde arabe (1934, edisi ke-2 1969) karya Ibrahim Madkour merupakan studi utama pertama (Madkour 1934, 1969). Namun, hal itu dirusak oleh asumsi yang sebagian besar hanya berdasarkan asumsi dari orang awam bahwa tradisi tersebut menurun setelah Ibnu Sina (w. 428/1037), dan karenanya hanya menyediakan delapan halaman (yang meremehkan) untuk membahas perkembangan setelah abad ke-11. Karya Nicholas Rescher pada tahun 1960-an dan awal 1970-an menawarkan koreksi parsial. Rescher mendorong penyelidikannya hingga abad ketiga belas dan berhasil merekonstruksi sistem logika temporal dan modal yang canggih dalam satu buku pegangan yang berpengaruh dari abad itu, al-Risala al-Shamsiyya (Surat untuk Shams al-Din) oleh Najm al-Din al-Katibi (w. 675/1276) (Rescher 1974). Ia juga menerbitkan survei biografi-bibliografi, berjudul The Development of Arabic Logic (1964), yang mencakup periode dari abad kedelapan hingga keenam belas (Rescher 1964). Karya-karya ini memberikan stimulus penting bagi studi logika Arab setelah Ibnu Sina. Seperti yang diharapkan, beberapa asumsi dan pernyataan Rescher telah dimodifikasi atau ditinggalkan oleh para ilmuwan di kemudian hari. Misalnya, ia berasumsi bahwa tradisi logika Arab menurun tajam setelah abad ketiga belas dan pada abad keenam belas telah merosot menjadi "komentar-komentar yang berlebihan". Pandangan ini, yang sebagian besar didasarkan pada anggapan bahwa komentar dan glosarium pada dasarnya bersifat bertele-tele dan tidak orisinal, tidak lagi diterima di kalangan ilmuwan di bidang tersebut. Namun, bahkan mereka yang sekarang mengoreksi atau merevisi klaim Rescher sendiri berutang budi pada upaya perintisnya.

Rudolf Mach, yang bekerja sama dengan Nicholas Rescher di Universitas Princeton pada tahun 1950-an, juga berperan dalam penemuan kembali logika Arab modern. Mach, yang selama bertahun-tahun menjadi kurator manuskrip Islam di Perpustakaan Universitas Princeton, sebagian bertanggung jawab atas pengumpulan sejumlah besar manuskrip Arab tentang logika dan dialektika, terutama dari abad-abad berikutnya. Dia dengan cermat menggambarkan banyak dari manuskrip ini dalam Katalog Manuskrip Arabnya yang monumental (Bagian Yahuda) dalam Koleksi Garrett (1977) (Mach 1977). Ia sedang mengerjakan katalog Seri Baru naskah-naskah Arab di Princeton saat ia meninggal pada tahun 1981, karyanya dilanjutkan oleh Eric Ormsby dan diterbitkan pada tahun 1987 sebagai Handlist of Arabic Manuscripts (New Series) di Perpustakaan Universitas Princeton (Mach & Ormsby 1987). Kedua katalog tersebut merupakan sumber penting bagi sejarah logika Arab di kemudian hari, bersama dengan katalog lain yang diterbitkan sejak The Development of Arabic Logic karya Rescher, misalnya koleksi naskah-naskah yang kaya tentang logika di Perpustakaan Istana Topkapi di Istanbul, Perpustakaan Umum Khuda Bakhsh di Bankipore, Perpustakaan Raza di Rampur, dan Perpustakaan Kerajaan di Rabat (Karatay 1966, Khuda Bakhsh 1963-, Arshi 1971, Khattab 1985). Salah satu mahasiswa Mach di Princeton, Larry Miller, pada tahun 1984 menyelesaikan disertasi PhD yang inovatif dan banyak dikutip tentang pengembangan dialektika di dunia Islam (Miller 1984).

Pengabaian Rescher terhadap periode setelah abad ketiga belas memegang pengaruh di antara para spesialis Barat hingga tahun 1990-an (lihat, misalnya, Maroth 1989, 216ff; Arnaldez [1991] E12; dan Inati 1996). Namun, sejak saat itu, hal itu semakin dianggap tidak memuaskan. Dalam sejumlah artikel dari dekade pertama tahun 2000-an, John Walbridge menyatakan bahwa bahkan jika penilaian negatif Rescher yang menyeluruh itu akurat, masih akan ada pertanyaan historis dan budaya yang harus ditangani tentang peran logika dalam budaya skolastik Islam selanjutnya (Walbridge 2000, 2002, 2003). Pada dekade yang sama, Tony Street menerbitkan yang pertama dari sejumlah artikel penting tentang berbagai aspek sejarah logika Arab (Street 2000, 2002, 2004, 2005a, 2005b, 2008). Street menawarkan koreksi yang diperdebatkan dan didokumentasikan dengan cermat terhadap pernyataan Rescher yang terkadang spekulatif tentang logika Arab pada abad ke-11, ke-12, dan ke-13, dan sebagai hasilnya, kita sekarang memiliki pemahaman yang jauh lebih baik tentang perkembangan dalam periode ini, terutama dalam logika modal. Street juga tidak setuju dengan pandangan bahwa kemunduran tradisi Arab selanjutnya dapat disimpulkan begitu saja dari prevalensi komentar dan glosarium, tanpa benar-benar repot-repot membaca karya-karya selanjutnya. Pada saat yang sama, Rob Wisnovsky dengan tegas mendesak adanya penilaian ulang yang lebih umum terhadap tradisi filsafat dan teologi filosofis Islam selanjutnya, dan juga menyerukan penilaian yang lebih bernuansa terhadap format sastra komentar dan glosarium (Wisnovsky 2004, 2013, 2014). Sejumlah mahasiswa, penasihat, atau rekan Street dan Wisnovsky telah menghasilkan monograf, artikel, edisi, atau terjemahan yang relevan dengan sejarah tradisi logika Arab selanjutnya (lihat karya-karya relevan dengan sejarah tradisi logika Arab selanjutnya (lihat karya Ahmed, El-Rouayheb, Strobino dan Young yang dikutip dalam bibliografi).

Di dunia Islam, dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi peningkatan minat untuk menyunting karya-karya pramodern tentang filsafat dan logika. Meskipun minat ini akhir-akhir ini mulai berkembang di Turki dan negara-negara Arab, para cendekiawan Iran-lah yang selama ini memegang peranan penting dalam kegiatan penyuntingan ini. Di Iran, tradisi filsafat dan logika Islam terus berlanjut tanpa henti hingga saat ini, dan para cendekiawan setempat memiliki informasi yang cukup untuk tidak terpengaruh oleh prasangka bahwa tradisi ini berakhir pada abad kedua belas atau ketiga belas. Khususnya dalam bidang logika, kontribusi terkini yang menonjol meliputi: edisi Ahad Faramarz Qaramaleki dari bagian logika dari summa filosofis berjudul al-Mulakhkhas (Ringkasan) oleh Fakhr al-Din al-Razi (w. 606/1210), dari buku pegangan logika berjudul al-Tangik (Pengawasan) oleh Mullä Sadrā (w. 1045/1635), dari sebuah karya tentang logika berjudul Naqd al-usül (Kritik Prinsip) oleh Muhammad Yūsuf Tihräni (fl. 1104/1692), dan sejumlah risalah dari abad kelima belas, keenam belas dan ketujuh belas tentang paradoks pembohong; Edisi karya Mahdi Sharī atl yang kaya akan "konsepsi dan persetujuan" (tasawwur wa-tasdiq) oleh Qutb al-Din al-Razi (w. 766/1365), Mulla Sadra (w. 1045/1635) dan Mir Zahid Harawi (w. 1101/1689-90); Summa filsafat edisi Hamid Näji Isfahani berjudul al-Kashif (The Uncoverer) karya Ibnu Kammúna (w. 684/1284) dan al-Ufuq al-mubin (The Clear Horizon) karya Mir Damad (w. 1041/1631); dan edisi Mahdi Azīmī dari beberapa karya logika Athir al-Din al-Abhari (w. 663/1265).

Kesarjanaan yang lebih baru ini memungkinkan untuk menawarkan tinjauan umum terkini tentang sejarah logika Arab dari tahun 1200 hingga 1800, tinjauan umum yang dimaksudkan untuk sekaligus menjadi koreksi dan penghormatan kepada The Development of Arabic Logic karya Rescher. Seperti karya Rescher, sebagian karya ini bersifat biografi-bibliografi. Setiap bagian dari karya berikut ini memiliki esai pengantar tentang perkembangan umum dalam periode dan wilayah tertentu, diikuti oleh diskusi tentang kehidupan dan karya beberapa tokoh utama. Memutuskan siapa yang termasuk dan siapa yang bukan tokoh "utama" tentu saja tidak selalu mudah. ​​Hal ini terutama berlaku untuk abad-abad berikutnya, baik karena lebih banyak materi yang bertahan dari abad-abad tersebut maupun karena lebih mudah, dengan manfaat dari tinjauan ke belakang, untuk menentukan siapa ahli logika yang berpengaruh di masa lalu; lebih sulit untuk melakukannya ketika berhadapan dengan para sarjana yang menulis tepat sebelum gangguan dramatis pada abad kesembilan belas dan kedua puluh yang di banyak wilayah mengakhiri tradisi logika Arab. Secara umum, ada upaya untuk memasukkan ahli logika yang tampak orisinal, atau yang karyanya banyak disalin atau didiskusikan, atau yang sangat produktif, atau menggambarkan tren historis tertentu yang signifikan. Pada tahap penelitian saat ini, pemahaman kita tentang ahli logika mana yang memenuhi kriteria ini tentu saja bersifat sementara, dan mungkin ada pembaca yang kecewa karena beberapa tokoh telah dihilangkan. Namun dalam tinjauan umum seperti ini, beberapa pilihan sulit harus dibuat. Tidak mungkin untuk menyertakan setiap sarjana yang menulis tentang logika dalam bahasa Arab dalam enam ratus tahun yang tercakup dalam volume ini.

Dalam perjalanan abad keempat belas, tradisi logika Arab mengalami dua transformasi penting. Pertama, tradisi penulisan sum-mas yang independen memudar secara nyata dibandingkan dengan abad sebelumnya, yang memberi jalan kepada dominasi bentuk-bentuk sastra berupa buku pegangan (matn) yang ringkas, komentar (share) dan gloss (hashiya), serta risalah (risala) tentang topik-topik tertentu. Sum-sum yang langka dari abad-abad berikutnya sebagian besar ditulis oleh para sarjana seperti Ibn Turka al-Isfahani (w. 835/1432), Ghiyath al-Din Dashtaki (w. 949/1542) dan Muhammad Yüsuf Tihrani (fl. 1104/1692) yang ingin kembali ke logika "orang-orang kuno", oleh karena itu menulis karya-karya yang merujuk kembali, dalam hal penekanan atau organisasi, ke Peripatetic Organon dari Shifa karya Ibnu Sina.

Pada abad ke-20, bentuk-bentuk sastra berupa komentar dan polesan mulai direndahkan oleh sebagian besar sejarawan, baik Muslim maupun Barat, karena sifatnya yang bertele-tele dan tidak orisinal. Prevalensi bentuk-bentuk sastra ini terlihat dalam penelitian seperti L'Organon d'Aristote dans le monde arabe (1934, edisi ke-2, 1969) karya Ibrahim Madkour dan The Development of Arabic Logic (1964) karya Nicholas Rescher sebagai bukti kemerosotan tradisi logika Arab menjadi sekadar "komentar-mongering". Ini jelas terlalu luas. Tradisi logika Arab sejak awal telah dikaitkan dengan komentar terhadap buku-buku Organon. Apa yang berlaku bagi seseorang seperti Farabi pada awal abad kesepuluh tetap berlaku bagi para ahli logika Arab setelah abad ketiga belas: para komentator dan ahli tata bahasa diharapkan bersikap baik terhadap karya yang mereka komentari, tetapi sering kali merasa bebas untuk membahas secara kritis atau mengembangkan gagasan yang diterima dan tidak setuju dengan penulis teks dasar atau dengan komentator lain. Sejumlah contoh tentang hal ini akan diberikan di bawah ini, dalam pembahasan beberapa ahli logika utama dari periode tersebut.

Kesimpulan

Logika Arab telah mengalami perkembangan yang dinamis dan kaya dari abad ke-12 hingga ke-19, menjadikannya salah satu aspek penting dalam tradisi intelektual Islam. Meskipun menghadapi berbagai kontroversi dan penolakan pada awalnya, logika berhasil menjadi bagian integral dari kurikulum madrasah di dunia Islam. Tokoh-tokoh besar seperti Fakhr al-Din al-Razi, Nasir al-Din al-Tusi, hingga Mulla Sadra telah memberikan kontribusi besar terhadap disiplin ini, menciptakan karya-karya berpengaruh yang tetap relevan hingga kini.

Khaled El-Rouayheb dalam The Development of Arabic Logic (1200-1800) menyoroti bagaimana logika Arab berkembang tidak hanya sebagai cabang filsafat tetapi juga menjadi alat instrumental dalam hukum, teologi, tata bahasa, dan retorika. Perkembangan ini menandakan pergeseran logika dari pengaruh Aristotelian/Neoplatonik ke pendekatan yang lebih pragmatis dan independen, dengan fokus pada analisis formal dan netral.

Tradisi logika di dunia Islam menunjukkan keanekaragaman regional, melibatkan kontribusi dari Iran, Turki Utsmani, Afrika Utara, hingga komunitas Arab Kristen. Meski demikian, studi sejarah logika Arab masih memerlukan eksplorasi lebih lanjut, terutama untuk memahami pengaruhnya dalam membentuk budaya skolastik Islam dan tradisi filsafat global.

Kesimpulannya, logika Arab adalah salah satu warisan intelektual Islam yang tidak hanya memperkaya pemikiran Islam tetapi juga memberikan kontribusi signifikan terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan dunia. Disiplin ini menunjukkan keberlanjutan dan relevansinya dalam berbagai konteks, meskipun menghadapi tantangan modernitas dan perubahan paradigma intelektual.

*Cikarang, 20-01-2025

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Zakat dalam Kitab-kitab Fikih dan Tasawuf: Studi Komparatif-Interdisipliner

Ibn 'Arabî sebagai Mujtahid

Islam dari Masa Klasik hingga Masa Modern: Sedikit Ulasan Buku The Venture of Islam