Natal dan Literatur tentang Jesus Kristus dalam versi Barat dan Islam
Cak Yo
Pengantar
Pada tanggal 25 Desember 2024 lalu umat Kristiani merayakan hari besarnya, Natal. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “natal” berarti kelahiran seseorang; kelahiran Isa Almasih (Yesus Kritus) atau hari raya untuk memperingati kelahiran Isa Almasih, setiap tanggal 25 Desember. Dalam suasana liburan Natal waktu itu, beberapa tahun lalu, saya iseng-iseng nonton film di bioskop. Sebenarnya saya tidak hoby nonton film. Sayangnya, waktu itu, semua film yang diputar sudah habis tiketnya, mungkin kerena liburan, jadi penuh sekali, kecuali satu film yang masih buka tiket, film tentang Yesus. judulnya, "The Passion of the Christ." Pertama kali ditayangkan pada 2004, film yang mengisahkan Yesus mulai dari lahir sampai disalib ini ditulis, diproduksi, dan disutradarai bersama oleh Mel Gibson. Di dalam bioskop banyak bangku yang kosong, hanya beberapa baris terisi jarang-jarang. Mungkin mereka yang menonton film ini sebagian dari saudara-saudara kita penganut Kristiani, atau Muslim seperti saya, dan beberapa perempuan berjilbab, yang mungkin karena tiket film lain sudah habis terpaksa nonton film tentang Yesus. Meski begitu, saya tetap berusaha menikmatinya.
Di antara para Nabi, Yesus Kristus adalah Nabi yang paling banyak menjadi bahan perdebatan. Lahirnya dari Maria atau Maryam yang tanpa "bapak" yang kemudian dipercaya oleh penganut Kristiani sebagai "Anak Tuhan" (Son of God) atau "Putra Bapak/Putra Allah", hingga pada penyalibannya: siapa yang disalib, Yesus atau yang lain, apakah mati di tiang salib atau tidak, serta tentang kedatangannya di Akhir Zaman. Perdebatan tentang ini, terutama antara Muslim dan umat Kristiani, barangkali belum ada habisnya sampai hari ini.
Pertama sekali saya membaca tentang Yesus Kristus atau Nabi Isa melalui buku lama karya Hasbullah Bakry berjudul Nabi Isa dalam Al Qur'an dan Muhammad dalam Bibel (Penerbit Widjaya, 1974, Pustaka Al Hidayah 1989, Sitti Sjamsijah, 1959). Buku dengan tebal 192 halaman itu berisi pembahasan tentang Nabi Isa dalam versi Bibel dan versi Alquran.
Dalam lingkup yang agak luas saya juga membaca beberapa buku dari aktivis dakwah dan Kristolog Abujamin Roham seperti Islam dan Kristen (Tinta Mas, 1967); Bible dan Qur'an versi Perjanjian Lama dan Baru (Bulan Bintang, t.th); Tanya Jawab Populer Islam Kristen (Media Dakwah, 1993); Gayung Bersambut, Menjawab Serangan Penginjil (Media Dakwah, 2001); Dapatkah Islam dan Kristen Hidup Berdampingan? (Media Dakwah, 1992); dan Ensiklopedi Lintas Agama (Intermasa, 2008). Buku-buku Abujamin tersebut umumnya berisi, selain perbandimgan agama khususnya angtara Islam dan Kristen termasuk tentang Yesus dan ajaran Kristen, juga berisi apologi pengarang terhadap Kristen dan Kristenisasi.
Buku tentang Yesus yang berjudul Yesus Bukan Allah karya Rev. Dr. Yakub Sulistyo (2013) baik untuk dibaca. Penulis menyampaikan dalam pengantarnya bahwa buku ini bertujuan untuk membahas dengan gamblang siapakah Yesus itu sesungguhnya, baik ditinjau dari sudut theologia, maupun hubungan sosialnya. Apakah benar Yesus itu anak Allah, apakah benar Yesus itu yang disebut Isa Almasih dalam Alqur'an, apakah benar Yesus itu utusan Allah? Dan apakah benar Yesus itu adalah Allah?
Jesus Kristus dalam Literatur Barat
Dalam khasanah keilmuan Barat, sepengetahuan saya Augustine of Hippo (w. 430) adalah yang pertama menulis tentang Yesus dan ajarannya. Augustine, seorang teolog dan filsuf yang berpengaruh dalam tradisi keilmuan Barat, menekankan pentingnya kehidupan dan ajaran Yesus dalam karya-karyanya, meskipun ia tidak menulis buku khusus tentang Yesus. Dalam On Christian Doctrine (Mineola, New York: Dover Publications, 2009, Augustine mengajarkan bahwa Kitab Suci berpusat pada kasih kepada Tuhan dan sesama, yang diwujudkan sempurna dalam kehidupan Yesus. Yesus, menurut Augustine, adalah teladan utama kasih, yang mengajarkan bagaimana manusia dapat hidup dalam hubungan yang benar dengan Tuhan dan sesama. Augustine menguraikan bahwa pengorbanan Yesus dan ajaran-Nya menunjukkan bahwa keselamatan berasal dari kasih karunia Allah, bukan usaha manusia. Dalam pengajaran-Nya, Yesus menekankan pentingnya hidup bersama yang berlandaskan kasih dan perhatian terhadap orang lain. Inkarnasi Yesus, bagi Augustine, juga menunjukkan bahwa dunia material memiliki nilai baik dalam rencana Allah. Kehidupan Yesus menjadi inti dari transformasi manusia dalam teologi Kristen, menggambarkan kebebasan sejati yang tercapai melalui hubungan yang benar dengan Tuhan.
Pada abad ke-13 teolog dan filsuf gereja Santo Thomas Aquinas (w. 1274) menulis Summa Theilogica. Buku ini ditulis selama 9 tahun dari 1265 sampai 1274 dan pertama kali terbit dalam terjemahan ke dalam bahasa Inggris oleh para Bapa Gereja Provinsi Dominikan pada tahun 1911. Edisi lengkap buku ini diterbitkan dalam 5 jilid tebal-tebal oleh penerbit Christian Classics, 1981. Seperti judulnya, Summa Theologica berisi rangkuman hampir semua hal tentang teologi Kristen termasuk tentang kehidupan Yesus. Terjemahan versi terbaru ke dalam bahasa Inggris dilakukan oleh Brian Davies, Thomas Aquinas's 'Summa Theologiae': A Guide and Commentary (Oxford: Oxford University Press, 2014). Summa Theologiae dibagi menjadi tiga bagian, terdiri dari 38 risalah, 631 pertanyaan, sekitar 3000 artikel, 10.000 keberatan dan jawabannya. Adapun Kehidupan Kristus dibahas dalam 'Bagian Ketiga' (Tertia Pars) di mana Santo Aquinas memusatkan pemikirannya pada kesatuan ilahi dan manusia dalam pribadi Kristus, berdasarkan Kristologi klasik.
Di Jerman terbit buku tentang Yesus Das Leben Jesu kritisch bearbeitet karya David Friedrich Strauss (w. 1874) diterbitkan oleh Verlag von C.F. Osiander di Tübingen pada tahun 1835-1836 dan versi terharu diterbitkan oleh Salzwasser-Verlag pada 2022, 664 halaman. Buku yang diedit secara kritis ini, adalah studi eksegetis dua jilid dari empat Injil diterjemahkan ke bahasa Inggris dengan judul The Life of Jesus: Critically Examined oleh George Eliot dan diterbitkan pada tahun 1902 oleh Swan Sonnenschein & Co. Ltd., di London. Buku ini merupakan salah satu kontribusi penting dalam studi kritis terhadap kehidupan Yesus di mana Strauss mencoba memecahkan masalah historisitas laporan Perjanjian Baru tentang Yesus dari Nazareth, yang kontroversial antara supernaturalisme dan rasionalisme. Ia memandang bahwa laporan tentang Yesus, mulai dari kelahirannya dari seorang perawan hingga peristiwa penyaliban hingga kebangkitan dan kenaikannya, sebagai mitos puitis yang melampaui apa yang diceritakan para nabi dalam Perjanjian Lama. Karya kritis Strauss tentang kehidupan Yesus ini "membuatnya menjadi orang terkenal dalam semalam (...) dan menghancurkan masa depannya." Dia kehilangan posisinya sebagai dosen di biara Tubingen dan dipindahkan ke posisi sebagai guru sekolah menengah. Upaya untuk menggabungkan kebenaran tradisional dengan bentuk pemikiran ilmiah belum dapat dilakukan dalam teologi. Strauss juga segera mengundang kritik dari Karl Marx, sejarawan Franz Mehring dan teolog Protestan Karl Barth yang menuduhnya “impotensi sistematis” dan mengatakan bahwa keahlian Straussen terbatas pada membiarkan kapal dogmatika, tenggelam dengan sekuat tenaga. Berbeda dengan ketiga tokoh di atas, Albert Schweitzer menilai buku The Life of Jesus karya Strauss “sebagai sebuah karya sastra, salah satu hal paling sempurna yang dikenal dalam literatur ilmiah dunia".
Pada tahun 1705 ditemukan manuskrip karya filosof Idealis Jerman Georg Wilhelm Friedrich Hegel (w. 1831) yang tidak diterbitkan hingga 1906. Manuskrip itu kemudian disunting dan diterbitkan secara anumerta berdasarkan naskah 1795 dengan judul lengkap Harmonie der Evangelien nach eigener Übersetzung (Jena : E. Diederich, 1906) dan diterbitkan dalam bahasa Inggris berjudul The Life of Jesus: Harmony of the Gospels According to His Own Translation oleh Helen M. Palmer (Trubner & Co. di London, 1897).
Buku The Life of Jesus menyajikan pandangan Hegel tentang kehidupan Yesus, dengan pendekatan harmonisasi Injil menggunakan terjemahan miliknya sendiri. Buku ini adalah karya yang unik, berbeda dari tulisan-tulisan sebelumnya baik dalam gaya maupun isinya. Dalam buku ini, Hegel menggambarkan kehidupan Yesus sejak kelahiran hingga kematian-Nya dengan mengacu pada narasi Injil, tetapi dengan pendekatan yang sepenuhnya duniawi. Dalam buku ini, Hegel mencoba mengkontekstualisasikan kehidupan Yesus dalam realitas historis dan budaya zaman-Nya. Misalnya, ia menambahkan detail seperti jenis biji-bijian yang dimakan Yesus dan murid-murid-Nya, praktik umum menunggang keledai di Timur Tengah, hingga jenis tanaman yang digunakan untuk mahkota duri. Hegel juga memanusiakan kisah-kisah Injil dengan menghapus elemen keajaiban, mengubahnya menjadi tindakan-tindakan yang menempatkan kebutuhan manusia di atas tradisi. Sebagai contoh, penyembuhan Yesus pada hari Sabat digambarkan sebagai tindakan kebaikan untuk membantu mereka yang sakit, bukan sekadar keajaiban atau mukjizat.
Buku lainnya The First Biography of Jesus: Genre and Meaning in Mark's Gospel, yang ditulis oleh Helen K. Bond (Eerdmans Publishing, 2020) menyoroti bahwa biografi tidak hanya berfungsi untuk mengabadikan kehidupan dan ajaran seseorang, tetapi juga untuk melegitimasi pandangan tertentu tentang tokoh yang diceritakan. Dalam konteks ini, penulis Injil Markus tidak hanya menceritakan tentang Yesus yang difokuskan pada laporan Injil Markus, tetapi juga membangun monumen sastra yang menempatkan Yesus sebagai pusat perhatian, membentuk identitas Kristen awal, serta menyampaikan nilai-nilai dan komitmen yang dapat dipahami oleh komunitas pembaca pada masa itu, mempersatukan komunitas, dan membangun narasi yang relevan hingga masa kini.
Penulis Barat lainnya Ellen G. White menulis The Story of Jesus karya (Ellen G. White Estate, 2010). Buku ini ditulis untuk memperkenalkan kehidupan Yesus dengan bahasa yang sederhana, terutama bagi anak-anak. Buku ini menggambarkan kehidupan dan pengajaran Yesus Kristus dengan menekankan kesederhanaan cerita yang dapat menyentuh hati pembacanya, baik muda maupun tua. Dalam kata pengantar yang ditulis oleh George C. Tenney, ditekankan bahwa kisah Yesus tidak memerlukan tambahan pewarnaan manusia karena kemuliaannya sudah bersinar dalam bentuk aslinya. Buku ini menyajikan narasi yang lugas dan murni, bertujuan untuk menginspirasi iman yang tulus dan polos seperti seorang anak kecil. Buku The Story of Jesus berisi 32 bab yang menceritakan kisah kehidupan dan pelayanan Yesus Kristus secara kronologis, dimulai dengan kelahiran Yesus hingga kehidupan-Nya di dunia, kematian-Nya di Kalvari, kebangkitan-Nya, dan pengajaran tentang kedatangan-Nya yang kedua kali. Selain itu, karya ini memuat pesan spiritual yang menggugah dan menjadi penghubung antara dunia dan surga, sebagaimana dijelaskan oleh penulis. Dengan lebih dari 100 halaman karya yang diterjemahkan ke lebih dari 160 bahasa, melalui buku ini, Ellen G. White menekankan pentingnya hubungan antara surga dan bumi yang terjalin melalui kehidupan Yesus Kristus.
Buku yang menyajikan gambaran menyeluruh tentang Yesus juga ditulis oleh Rev. Dr. Geoffrey Waugh, The Life of Jesus: History’s Great Love Story (WestBow Press, 2022). Dalam The Life of Jesus, Geoffrey Waugh menyajikan sebuah gambaran menyeluruh tentang kehidupan Yesus Kristus, yang disebut sebagai "kisah cinta terbesar dalam sejarah." Buku ini mengeksplorasi pertanyaan mendasar: mengapa seseorang seperti Yesus, yang begitu penuh kasih dan membawa kebaikan kepada banyak orang, menghadapi oposisi yang begitu keras hingga akhirnya disalibkan? Mengapa kehadiran ilahi dalam diri Anak Tuhan justru memicu kebencian yang intens dari banyak pihak? Melalui pendekatan kronologis yang terperinci, Waugh menyusun narasi yang mencakup kehidupan Yesus sejak kelahiran hingga kematian dan kebangkitannya. Buku ini juga memberikan detail tentang pelayanan Yesus selama tiga perayaan Paskah, menggambarkan bagaimana ia menyentuh kehidupan banyak orang melalui kasih, ajaran, dan mujizatnya. Namun, buku ini juga meneliti mengapa kasih dan belas kasih yang ia tunjukkan justru berhadapan dengan perlawanan keras dari pihak tertentu, yang pada akhirnya menyebabkan penyaliban-Nya.
Buku yang tergolong buku klasik tentang Yesus disusun pula oleh George A. Barton, Jesus of Nazareth: A Biography (The Macmillan Company, 1922) menyajikan sebuah narasi historis dan teologis tentang kehidupan Yesus Kristus. Buku ini memulai pembahasannya dengan kondisi dunia pada masa Yesus, diikuti dengan gambaran kehidupan Yesus sebelum memulai pelayanan publiknya. Barton membagi kehidupan Yesus ke dalam beberapa fase, yaitu masa sebelum pelayanan, pelayanan di Galilea, pelayanan di Perea, hingga peristiwa penyaliban dan kebangkitan-Nya. Dalam setiap fase, Barton mengulas secara rinci peran Yesus sebagai guru dan nabi, serta dampak sosial dan spiritual dari ajaran-Nya. Buku ini mencerminkan pendekatan akademis yang mendalam, menggabungkan elemen-elemen sejarah dengan tradisi keagamaan untuk memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang kehidupan Yesus Kristus.
Kemudian ada buku The Life of Christ, karya Frederic W. Farrar, DD, FRS, diterbitkan dengan ilustrasi oleh Gustave Doré dan lainnya (Gordon College, 2007) seperti dikatakan penulisnya, bertujuan untuk memberikan gambaran yang jelas tentang kehidupan Yesus Kristus di bumi, mencakup rincian peristiwa-peristiwa yang tercatat dalam Injil. Dengan pendekatan yang mendalam, Farrar mencoba menggambarkan perjalanan hidup Yesus dalam konteks sejarah, budaya, dan spiritual, dengan menyoroti makna dari setiap peristiwa penting dalam kehidupannya. Buku ini juga dirancang untuk memperkaya iman dan pemahaman pembaca, baik mereka yang terpelajar maupun yang tidak. Farrar menyatakan bahwa buku ini adalah karya seorang yang beriman, dengan tujuan utama memperkenalkan Yesus sebagai tokoh sejarah dan ilahi tanpa memaksakan teori-teori baru atau mendukung pandangan kritis skeptis. Sebaliknya, ia berusaha menampilkan narasi yang tulus dan mendalam tentang Yesus, berdasarkan Injil dan pengamatan pribadinya.
Buku Leonardo Boff yang berjudul Jesus Christ Liberator menjadi representasi unik dari konteks Amerika Latin, terutama dalam kajian antropologi kebangkitan Yesus. Dalam bab-bab tertentu, seperti "Kebangkitan: Realisasi Utopia Manusia" dan “Nama Apa yang Dapat Kita Sebut Yesus Kristus Sekarang?", Boff menekankan bahwa Yesus tidak hanya mewakili nilai-nilai keilahian, tetapi juga kemanusiaan yang kritis terhadap ketidakadilan dunia. Baginya, iman kepada Yesus tidak boleh terbatas pada formula kuno atau ideologi teologis, melainkan harus menjadi ingatan hidup dan kesadaran kritis umat manusia.
Friedrich Gogarten dalam bukunya Christ the Crisis, menyoroti ajaran Yesus tentang perolehan dan kehilangan hidup. Gogarten berpendapat bahwa kehilangan dan perolehan kehidupan adalah dua sisi dari pengalaman iman yang terjadi secara bersamaan melalui kasih karunia Allah. Hubungan antara kehilangan dan perolehan, menurut Gogarten, tidak dapat dipahami secara kronologis, tetapi harus dimengerti dalam konteks Kerajaan Allah.
Karl Barth, dalam jilid terakhir dari Church Dogmatics yang berjudul Christian Life, membahas baptisan sebagai dasar kehidupan Kristen. Barth menegaskan bahwa baptisan melambangkan permulaan kehidupan baru dalam Kristus, di mana individu menyerahkan dirinya kepada kesetiaan kepada Allah melalui komunitas gerejawi. Baptisan bukan hanya simbol, tetapi juga pernyataan iman yang mengikat dalam komunitas kasih karunia Allah.
Jürgen Moltmann, John B. Cobb, dan J. Robert Nelson. Moltmann menyoroti pembebasan manusia, baik secara psikologis maupun politis, melalui jalan hidup dalam Kristus. Cobb menggambarkan pengalaman Paulus yang mendalam dengan Kristus sebagai struktur eksistensi baru yang melampaui konflik masa lalu. Nelson membedakan tiga kualitas hidup: bios (hidup subsisten), psuché (hidup manusiawi), dan zoë (hidup ilahi). Hidup dalam Kristus, menurut Nelson, adalah manifestasi dari kualitas zoë, yang melampaui hidup sehari-hari dan membawa manusia ke dalam hubungan transenden dengan Allah.
Jesus Kristus dalam Literatur Islam
Sebuah kitab yang ditulis dalam bahasa Urdu berjudul Hayaat Hazrat Sayyiduna Isa Al-Masih Alaihis-Salam (Isra'ili Riwayat ke Tanazur Mein) karya Muhammad Haseeb Ahmed Oushi (Oushi Foundation International, Pakistan, t.th). Buku ini membahas kehidupan Yesus Kristus (Isa Al-Masih) berdasarkan perspektif keagamaan Islam dan tradisi Israiliyyat. Penulis, Muhammad Haseeb Ahmed Oushi, memulai dengan menjelaskan misi para nabi, yang bertujuan membimbing manusia menuju kebenaran dan penyembahan kepada Allah. Dalam konteks Yesus, penulis membagi biografi ke dalam beberapa periode, yaitu kelahiran-Nya yang ajaib, awal kehidupan, pelayanan, pertentangan yang dihadapi, hingga kenaikan-Nya ke surga. Buku ini juga membahas pandangan Islam tentang kelahiran perawan Maria dan mukjizat Yesus, yang disandingkan dengan narasi dalam Al-Qur'an dan tradisi Kristen. Sebagai karya yang bersumber dari Islam, penulis menekankan pentingnya menafsirkan kehidupan Yesus berdasarkan wahyu Ilahi dan mengkritisi aspek-aspek tertentu dalam tradisi Kristen.
Penulis Muslim lainnya Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi menulis buku yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Isa: Dari Masa Kelahiran Sampai Akhir Zaman diterbitkan oleh Pustaka Al-Kautsar. Buku ini adalah sebuah karya monumental Ali Muhammad Ash-Shallabi, seorang ulama dan akademisi terkenal. Buku ini merupakan kajian yang sangat mendalam, komprehensif, dan penting bagi pembaca Muslim maupun Nasrani, atau siapa saja yang ingin memahami sosok Nabi Isa a.s. secara lebih jelas. Buku yang terdiri dari 648 halaman ini dirancang untuk menjadi rujukan bagi mereka yang mencari kebenaran dan jawaban atas berbagai pertanyaan terkait status dan kedudukan Nabi Isa dalam Islam. Penulis dengan cermat mengupas berbagai isu dan kebingungan yang mungkin muncul di masyarakat tentang posisi Nabi Isa, termasuk bagaimana Islam memandang dia sebagai nabi yang diciptakan oleh Allah tanpa ayah. Sebagaimana disebutkan dalam ayat Al-Qur'an, Surah Ali ‘Imran ayat 59: "Sungguh perumpamaan (penciptaan) Isa bagi Allah adalah seperti (penciptaan) Adam. Dia menciptakannya dari tanah, kemudian berkata kepadanya, 'Jadilah!' Maka jadilah sesuatu itu." Penjelasan dalam buku ini menegaskan bahwa meskipun diciptakan tanpa ayah, status Nabi Isa tetap sebagai makhluk Allah, sama seperti Nabi Adam yang diciptakan tanpa ayah dan ibu. Menurutnya, posisi Nabi Isa tidak hanya sebagai tokoh penting dalam agama Islam, tetapi juga sebagai sosok yang dihormati dalam lintas agama. Buku ini mengajak kita untuk memahami lebih dalam tentang berbagai peristiwa yang berkaitan dengan Isa a.s., dari masa kelahirannya hingga perannya di akhir zaman.
Buku lainnya Menguak Tabir Nabi Isa dan Peristiwa Akhir Zaman (Kaysa Media, 2011) karya Harun Yahya menyajikan pemahaman mendalam tentang sosok Nabi Isa dan berbagai peristiwa penting yang terkait dengan akhir zaman. Penulis, yang dikenal luas melalui karya-karya bertema keimanan dan spiritualitas, berupaya membangkitkan kesadaran pembaca terhadap nilai-nilai agama dan eksistensi Allah. Buku ini ditulis dengan pendekatan yang dapat dinikmati oleh berbagai kalangan, tanpa memandang usia, ras, atau kebangsaan. Dengan menggunakan pendekatan ilmiah yang dipadukan dengan penjelasan keagamaan, Harun Yahya memberikan pandangan yang mendalam tentang isu-isu besar dalam eskatologi Islam, sekaligus menginspirasi pembaca untuk hidup berdasarkan nilai-nilai yang telah ditetapkan oleh Allah.
Buku tentang Nabi Isa a.s. juga ditulis oleh Syaikh Ali Ahmad Ath-Thahthawi, Kedatangan Dua Al-Masih: Pertarungan Nabi Isa Alaihissalam vs Dajjal di Akhir Zaman. Buku ini merupakan kajian mendalam tentang berbagai peristiwa akhir zaman, khususnya mengenai dua tokoh utama, yakni Nabi Isa a.s. dan Al-Masih Dajjal. Dalam buku ini diulas bagaimana Nabi Isa akan turun ke bumi sebagai pembela umat Rasulullah Saw., sedangkan Dajjal hadir membawa fitnah dan kehancuran besar bagi umat manusia. Kajian ini berbasis penelitian terhadap hadis-hadis Nabi Muhammad serta dilengkapi dengan penjelasan para ulama. Penulis berharap karya ini dapat membantu pembaca memahami peristiwa akhir zaman secara benar sekaligus memperkuat keimanan terhadap nubuat Rasulullah. Terhadap datangnya akhir zaman atau eskatologi Islam.
Perdebatan tentang Yesus Kritus atau Nabi Isa sudah terjadi sejak masa klasik Islam. Seorang ulama besar mazhab Hanbali dari abad ke-14, Ibn Taymiyyah (w. 1328) dalam kitabnya al-Jawab al-Sahih li-Man Baddala Din al-Masih (Jawaban yang Benar kepada Orang-orang yang Telah Menyelewengkan Agama yang dibawa oleh Sang Mesias), memberikan kritik mendalam terhadap ajaran Kekristenan. Kitab ini diterjemahkan oleh Thomas F. Michel, S.J., dengan judul A Muslim Theologian's Response to Christianity (Caravan Books, Delmar, New York, 1984). Kitab al-Jawab al-Sahih ini juga diringkas oleh Ash-Shahhat Ahmad At-Tahhan dan diterjemahkan ke dalam bahasa Ingris oleh Bayan Translation Services berjudul Answering Those Who Altered the Religion of Jesus Christ (Umm Al-Qura for Translation, Publishing, and Distribution, t.th).
Kitab al-Jawab al-Sahih antara lain berisi kajian polemik yang mendalam dan mencakup aspek teologi, praktik keagamaan, dan sejarah Kekristenan. Ibn Taymiyya menulis tanggapan ini pada tahun 1317, ketika ia menerima dokumen yang dikirim oleh komunitas Kristen Siprus, sebagai upaya mereka untuk membela keyakinan Kristen. Ibn Taymiyyah menyoroti bagaimana komunitas Kristen telah, menurut pandangannya, menyimpang dari pesan ilahi asli yang diajarkan oleh Yesus. Ia menilai bahwa ajaran Yesus yang awalnya benar dan murni telah mengalami kerusakan melalui penyisipan elemen-elemen yang asing dari tradisi asli, baik dalam bentuk teologi maupun praktik ibadah. Lebih jauh lagi, Ibn Taymiyya mengidentifikasi beberapa tema utama dalam kritiknya terhadap Kekristenan. Pertama, ia mengkritik konsep Trinitas, yang ia pandang sebagai kontradiksi terhadap monoteisme sejati. Ia berpendapat bahwa doktrin ini tidak logis dan tidak memiliki dasar yang kuat dalam ajaran asli Yesus atau dalam wahyu ilahi yang sejati. Kedua, ia mengecam doktrin inkarnasi, yang menyatakan bahwa Tuhan mengambil bentuk manusia dalam pribadi Yesus. Ibn Taymiyya memandang hal ini sebagai pelecehan terhadap kesucian dan keesaan Tuhan. Ia juga menyoroti beberapa tema filosofis dan teologis, termasuk kritik terhadap konsep hulul (bersemayamnya Tuhan dalam makhluk) dan ittihad (penyatuan Tuhan dengan makhluk), yang ia pandang sebagai gagasan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam maupun logika teologis. Ibn Taymiyya menggunakan Al-Qur'an sebagai rujukan utama untuk menegaskan bahwa ajaran Islam menawarkan pandangan yang lebih konsisten dan rasional tentang Tuhan dan hubungan-Nya dengan makhluk.
Dalam penutupnya, ia menyatakan bahwa Islam tidak hanya menawarkan pemahaman yang benar tentang Tuhan tetapi juga menyediakan pedoman hidup yang sempurna dan mencakup segala aspek kehidupan manusia. Dengan demikian, al-Jawab al-Sahih menjadi salah satu karya monumental dalam tradisi polemik Islam, menunjukkan bagaimana seorang cendekiawan Muslim berusaha membela agamanya sekaligus mengkritik agama lain berdasarkan kajian yang mendalam dan argumentasi yang sistematis.
Beberapa penulis mengkaji Yesus berdasarkan perspektif Alquran. Dr. Abdul-Rahman Al-Sheha dalam bukunya Prophet Jesus in the Quran karya, yang diterjemahkan oleh Abdurrahmann Murad dan direview oleh Nadir Keval serta Khadijah Davies, mengupas tentang pandangan Islam terhadap Nabi Isa (Yesus). Buku ini memberikan gambaran tentang penghormatan yang diberikan umat Islam kepada Nabi Isa, serta menjelaskan keyakinan inti dalam Islam, yaitu kepercayaan kepada semua nabi dan rasul yang diutus oleh Allah. Dalam Al-Qur'an dan hadis-hadis Nabi Muhammad, kisah para nabi, termasuk Nabi Isa, dijelaskan dengan rinci. Buku ini juga menguraikan peran penting bimbingan spiritual dalam kehidupan manusia, serta menyoroti bagaimana Islam, sebagai agama terakhir, memberikan panduan universal yang berlaku untuk segala zaman dan tempat.
Melalui berbagai pembahasan, buku ini menunjukkan Islam sebagai agama yang masuk akal dan logis. Misalnya, keimanan kepada Allah sebagai Sang Pencipta yang tidak memiliki sekutu dan keyakinan bahwa Nabi Muhammad adalah nabi terakhir, sebagaimana diajarkan dalam Islam. Selain itu, buku ini menyoroti aspek keunikan Allah, yang tidak dapat disamakan dengan ciptaan-Nya, serta penjelasan tentang tahapan penciptaan manusia dan alam semesta berdasarkan teks-teks Islam. Dengan pendekatan yang mendalam dan sistematis, buku ini tidak hanya memperluas pemahaman tentang Nabi Isa tetapi juga menguatkan keyakinan umat Islam terhadap ajaran agama mereka.
Gordon D. Nickel menulis buku Jesus in the Qur'an (Wiley Blackwell, 2017) yang membahas pandangan Alqur'an tentang Nabi Isa (Yesus) dan memperkenalkan sejumlah elemen unik dalam narasi Islam tentang Yesus. Salah satu hal menarik yang diangkat dalam buku ini adalah nama Yesus dalam Alqur'an yang disebut dengan istilah Arab 'Isa, bukan Yasu', sebagaimana yang mungkin lebih umum ditemukan dalam tradisi Kristen Arab. Buku ini mengajak pembaca untuk mempertimbangkan sejauh mana penulis teks Alqur'an tentang Yesus memiliki pengetahuan atau keterkaitan dengan kisah-kisah Injil kanonik yang telah menyebar luas di Timur Tengah enam abad sebelum munculnya Islam. Gambaran Yesus dalam Alqur'an diwarnai oleh sejumlah misteri, kesenjangan, dan pertanyaan yang memikat untuk diteliti lebih lanjut. Melalui pendekatan akademik, buku ini menjadi referensi penting bagi mereka yang ingin memahami hubungan antara tradisi Injil dan narasi Al-Qur'an tentang Yesus, termasuk perbedaan dan persamaan perspektif kedua kitab suci ini.
Dengan judul yang sama dengan karya Gordon D. Nickel, Geoffrey Parrinder menulis Jesus in the Quran (Oxford University Press, 1965) yang dirancang untuk pembaca dunia Barat, baik masyarakat umum maupun mahasiswa teologi serta studi perbandingan agama. Buku ini juga bertujuan memberikan manfaat bagi pembaca di Asia dan Afrika yang menginginkan studi modern dan netral tentang ajaran Alqur'an mengenai Yesus, yang sering kali sulit ditemukan dalam bahasa Inggris maupun Arab. Pendekatan teologis buku ini mencoba untuk menghindari bias. Fokus utama buku ini adalah ajaran Alqur'an mengenai Yesus, yang menurut Parrinder masih belum banyak diketahui di dunia Barat. Buku ini juga menyoroti kesamaan dan perbedaan antara narasi tentang Yesus dalam Alqur'an dan Injil, terutama dalam konteks sejarah dan teologi. Parrinder mengakui bahwa memahami Islam memerlukan pembelajaran seluruh isi Alqur'an, yang memberikan wawasan tentang semangat religius, orisinalitas, dan kedalaman kitab suci ini. Ia juga mendorong pembaca Kristen untuk mempelajari Alqur'an sebagaimana ia merekomendasikan umat Islam untuk mempelajari Alkitab, khususnya Injil. Buku ini dapat menjadi jembatan bagi dialog antaragama dan memperkuat pemahaman antara umat Islam dan Kristen dalam konteks modern.
Muhammad Ata’ur-Rahim dan Ahmad Thomson juga menulis buku Jesus in the Quran (Ta-Ha Publishers Ltd., 2012) yang merupakan edisi terbaru merupakan pengembangan dari Bab 11 dalam buku Jesus, Prophet of Islam, yang pertama kali diterbitkan oleh Diwan Press pada tahun 1977. Dalam buku ini dijelaskan bahwa Alqur'an secara eksplisit menyatakan bahwa Nabi Isa adalah Al-Masih yang dijanjikan, keturunan keluarga Nabi Daud, Ya’qub, dan Nabi Ibrahim melalui Ishaq, sebagaimana dinubuatkan dalam Taurat yang asli. Dalam surah Al-Baqarah (2:87), disebutkan bahwa Nabi Isa diberi tanda-tanda yang jelas dan diperkuat oleh Ruhul Qudus. Dalam Al-Qur'an juga diuraikan garis keturunan para nabi yang di antaranya adalah Ibrahim, Ishaq, Ya’qub, Nuh, Daud, Sulaiman, Musa, Zakariya, Yahya, dan Isa. Hal ini menunjukkan kesinambungan misi kenabian yang bertujuan membawa manusia ke jalan yang lurus. Nabi Muhammad SAW juga menyebutkan bahwa Nabi Isa termasuk di antara 124.000 nabi yang diutus oleh Allah SWT, semuanya membawa misi yang sama tanpa adanya kontradiksi. Al-Qur'an menegaskan bahwa umat Islam harus percaya kepada semua nabi tanpa membeda-bedakan, sebagaimana tercantum dalam surah Ali Imran (3:84-85). Seluruh nabi diutus untuk menyampaikan pesan yang sama, yaitu menyembah Allah dan menjalankan agama yang benar.
Berikutmya, buku Christians, Muslims and Jesus karya Mona Siddiqui (Yale University Press pada tahun 2013), dengan tebal 288 halaman, membahas secara mendalam hubungan teologis dan historis antara agama Kristen dan Islam dengan fokus utama pada figur Yesus. Buku ini menguraikan berbagai tema, termasuk nubuat, ketuhanan, monoteisme, peran Maryam, dan perbedaan maupun persamaan pandangan antara dua agama terbesar di dunia tersebut. Penulis, Mona Siddiqui, seorang akademisi yang telah lama terlibat dalam dialog antaragama, menggunakan pendekatan dialogis untuk memperkaya pemahaman tentang teologi Kristen, sekaligus memperdalam refleksi terhadap iman Islamnya. Dalam bukunya Siddiqui membahas beberapa topik penting, seperti akhir dari konsep kenabian dalam Islam dan Kristen, debat teologis awal tentang keesaan Tuhan, diskusi skolastik dan puitis pada abad pertengahan, serta refleksi tentang peran Maryam sebagai figur penting dalam kedua agama. Bab-bab dalam buku ini mencakup pembahasan seperti "The End of Prophecy" yang menyoroti peran kenabian dalam Islam dan bagaimana pandangan Kristen tentang Yesus melampaui misi kenabian. Bab lainnya, "Reflections on Mary," menyoroti Maryam sebagai figur rekonsiliasi antara Kristen dan Islam. Selain itu, buku ini juga mengeksplorasi monoteisme dan dinamika cinta dan hukum dalam perspektif kedua agama, serta menyimpulkan dengan refleksi tentang makna salib dalam agama Kristen. Buku ini menggarisbawahi pentingnya dialog antaragama untuk memahami perspektif masing-masing, serta menunjukkan bagaimana hubungan antara Kristen dan Islam dapat diperkaya melalui studi yang mendalam tentang figur Yesus dan ajaran kedua tradisi agama ini.
Penutup
Pembahasan mengenai Yesus Kristus, baik dalam perspektif Barat maupun Islam, mencerminkan kekayaan pandangan teologis, filosofis, dan historis yang sangat beragam. Dalam perspektif Barat, kehidupan Yesus didalami oleh para filsuf dan teolog seperti Augustine of Hippo, Thomas Aquinas, hingga kritikus seperti David Friedrich Strauss. Mereka mendalami aspek-aspek teologi, historisitas, serta mitos dalam kehidupan Yesus Kristus. Dalam pandangan Islam, Yesus (Nabi Isa) dihormati sebagai nabi besar yang diutus oleh Allah, namun bukan sebagai anak Allah. Penelitian lintas agama memberikan perspektif dialogis antara pandangan Islam dan Kristen. Kedua tradisi, baik Islam maupun Barat, menyoroti pentingnya figur Yesus Kristus sebagai simbol kasih, kebenaran, dan transformasi spiritual.
Berbagai literatur dari perspektif Kristen dan Islam menyoroti figur Yesus dalam dimensi spiritual, sosial, dan teologis. Dalam Kekristenan, Yesus dikenal sebagai Mesias dan Juru Selamat, dengan ajaran yang menginspirasi kehidupan manusia melalui cinta, pengampunan, dan pembaruan spiritual. Sebaliknya, dalam Islam, Nabi Isa dipandang sebagai nabi utama yang diutus oleh Allah untuk membimbing umat manusia menuju tauhid, serta sebagai salah satu tokoh penting dalam eskatologi Islam.
Studi dari berbagai perspektif menunjukkan keberagaman pemahaman tentang kehidupan, peran, dan misi Yesus Kristus. Buku-buku klasik hingga kontemporer memberikan pendekatan naratif, historis, dan filosofis yang beragam, baik dalam konteks Injil maupun Alqur'an. Meskipun terdapat perbedaan teologis yang signifikan antara tradisi Kristen dan Islam, figur Yesus tetap menjadi jembatan potensial untuk dialog antar-agama. Melalui studi yang mendalam dan dialog yang terbuka, hubungan antara umat Kristen dan Muslim dapat diperkuat, dengan pemahaman yang lebih baik tentang nilai-nilai universal yang diajarkan oleh Yesus Kristus atau Nabi Isa Al-Masih.
Saya tutup tulisan ini dengan sebuah pengalaman membaca buku Passing Over: Melintas Batas Agama (PT. Gramedia Pustaka Utama dan Yayasan Wakaf Paramadina, 1999). Suatu ketika selesai perkuliahan, saya duduk di sudut perpustakaan ICAS Jakarta. Ini adalah salah satu momen tenang di tengah rutinitas kuliah Magister Islamic Philosophy yang cukup berat saya jalani di ICAS-Universitas Paramadina. Di hadapan saya buku Passing Over itu, yang merupakan kumpulan tulisan bersama yang mengusung tema-tema besar seputar dialog antaragama, kebebasan beragama, dan masalah pendangkalan agama yang kerap kali terjadi di dunia ini. Saya membuka halaman-halaman awal dengan antusias. Di dalamnya tulisan Gus Dur yang tulisannnya seakan membimbing saya untuk melihat agama-agama dunia ini bukan sebagai sekat pemisah, melainkan sebagai jembatan yang menghubungkan satu umat manusia dengan umat lainnya. "Passing over" yang ditawarkan dalam buku ini, sebuah langkah spiritual dan intelektual yang tidak hanya memperkaya wawasan, tetapi juga memperkokoh iman seseorang. Memahami agama lain atau berdialog dengan mereka yang berbeda keyakinan merupakan sebuah bentuk "ziarah religius-intelektual" yang menghubungkan kita dengan kebenaran yang lebih universal. Karena itu, buku ini bukan hanya dapat memperkaya wawasan, tetapi juga membuka hati untuk lebih menghargai agama-agama lain dan menghargai perjalanan spiritual setiap orang. Jalan menuju kebenaran tidak harus melalui satu pintu, melainkan melalui banyak pintu yang berbeda, yang semuanya menuju cahaya yang sama.
Di sudut perpustakaan ini, aku menyadari bahwa dialog yang dimaksud oleh buku Passing Over bukanlah sekadar percakapan biasa, melainkan panggilan untuk melintasi batas-batas agama, untuk membangun jembatan pemahaman yang lebih dalam antarumat manusia. Sebuah pengembaraan yang tak hanya mencari kebenaran, tetapi juga menghargai perbedaan, menyadari bahwa kita semua adalah pencari yang sama. Keyakinan dan praktik ritual menjadi prinsip masing-masing penganut agama, tetapi saling memahami dan menghargai keyakinan dan praktik agama lain adalah perbuatan mulia seperti firman Allah: “Lakum dinukum waliya din” (“Untukmu agamamu dan untukku agamaku”) dan “La ikraha fiddin” (“Tidak ada paksaan dalam agama”). Dalam konteks inilah barangkali kita juga dapat menangkap Pesan Tuhan dalam Alquran: "Dan dia (Yakub) berkata, "Wahai anak-anakku! Janganlah kamu masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berbeda; namun demikian aku tidak dapat mempertahankan kamu sedikit pun dari (takdir) Allah. Keputusan itu hanyalah bagi Allah. Kepada-Nya aku bertawakkal dan kepada-Nya pula bertawakkallah orang-orang yang bertawakkal (berserah diri)." (Q.S. Yusuf/12:67). Barangkali ayat ini pula yang menginspirasi tokoh pembaharuan pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia, Profesor Nurcholish Madjid (Cak Nur) untuk menulis buku Pintu-pintu Menuju Tuhan (Paramadina, 1994) yang berisi gagasannya tentang pluralisme, keterbukaan, dan Islam moderat. Walalahu ‘alam.
Cikarang, 30-12-2024
Referensi
Ahmed Oushi, Muhammad Haseeb. Hayaat Hazrat Sayyiduna Isa Al-Masih Alaihis-Salam. Oushi Foundation International, Pakistan, t.th.
Al-Sheha, Abdul-Rahman. Prophet Jesus in the Quran.
Aquinas, Thomas. Summa Theologiae. Translated by Brian Davies. Oxford: Oxford University Press, 2014.
Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Isa: Dari Masa Kelahiran Sampai Akhir Zaman. Pustaka Al-Kautsar.
Ath-Thahthawi, Ali Ahmad. Kedatangan Dua Al-Masih: Pertarungan Nabi Isa Alaihissalam vs Dajjal di Akhir Zaman.
Ata’ur-Rahim, Muhammad & Thomson, Ahmad. Jesus in the Quran. Ta-Ha Publishers Ltd., 2012.
Augustine of Hippo. On Christian Doctrine. Mineola, New York: Dover Publications, 2009.
Bakry, Hasbullah. Nabi Isa dalam Al Qur'an dan Muhammad dalam Bibel. Jakarta: Widjaya, 1974.
Barth, Karl. Christian Life.
Barton, George A. Jesus of Nazareth: A Biography. The Macmillan Company, 1922.
Boff, Leonardo. Jesus Christ Liberator.
Bond, Helen K. The First Biography of Jesus: Genre and Meaning in Mark's Gospel. Eerdmans Publishing, 2020.
Ellen G. White. The Story of Jesus. Ellen G. White Estate, 2010.
Farrar, Frederic W. The Life of Christ. Gordon College, 2007.
Geoffrey Waugh. The Life of Jesus: History’s Great Love Story. WestBow Press, 2022.
Gogarten, Friedrich. Christ the Crisis.
Harun Yahya. Menguak Tabir Nabi Isa dan Peristiwa Akhir Zaman. Kaysa Media, 2011.
Hegel, Georg Wilhelm Friedrich. The Life of Jesus: Harmony of the Gospels According to His Own Translation. Translated by Helen M. Palmer. London: Trubner & Co., 1897.
Ibn Taymiyyah. Al-Jawab al-Sahih li-Man Baddala Din al-Masih. Terjemahan Thomas F. Michel. Caravan Books, Delmar, New York, 1984.
Jürgen Moltmann, Cobb, John B., & Nelson, J. Robert. Christian Life Perspectives.
Mona Siddiqui. Christians, Muslims and Jesus. Yale University Press, 2013.
Nickel, Gordon D. Jesus in the Qur'an. Wiley Blackwell, 2017.
Parrinder, Geoffrey. Jesus in the Quran. Oxford University Press, 1965.
Roham, Abujamin. Islam dan Kristen. Jakarta: Tinta Mas, 1967.
Strauss, David Friedrich. Das Leben Jesu kritisch bearbeitet. Salzwasser-Verlag, 2022.
Strauss, David Friedrich. The Life of Jesus: Critically Examined. Translated by George Eliot. London: Swan Sonnenschein & Co. Ltd., 1902.
Sulistyo, Yakub. Yesus Bukan Allah. Jakarta: Revmedia, 2013.
Komentar
Posting Komentar