Gelombang Teknologi Artificial Intelligence (AI) dan Dilema Manusia Abad XXI
Cak Yo
Bila Karl Marx berkata dalam Manifestonya, "Ada hantu bergentayangan di Eropa, hantu Komunisme" ("A specter is haunting Europe, the specter of Communism"), maka saya berkata, "Hantu-hantu buatan manusia bergentayangan di dunia maya, dan kini telah menjadi nyata, hantu AI." Dan saya juga berkata, "Menulis dengan AI bagaikan menyambal dengan blender."
Mengisi waktu liburan Nataru ini saya membaca sebuah buku yang kabarnya termasuk di antara 8 buku yang sering dibaca oleh Bill Gates (lahir 1955), Mantan CEO Microsoft Corporation dan salah satu dari orang terkaya di dunia. Buku itu berjudul The Coming Wave: Technology, Power, and Twenty-First Century's Greatest Dilema yang bila diindonesiakan menjadi Gelombang yang Akan Datang: Teknologi, Kekuatan, dan Dilema Terbesar Abad ke-21, karya Mustafa Suleyman dan Michel Bhaskar. Buku ini diterbitkan pada 2023 di Amerika Serikat oleh Crown Publishing Group, sebuah divisi Penguin Random House LLC, New York.
Buku The Coming Wave telah diulas oleh Puspa Damai, Associate Professor of English, Marshall University, Huntington, WV. dan diterbitkan dalam jurnal Critical Humanities, Vol. 2, edisi 2 (Spring 2024)
Penulis The Coming Wave, Mustafa Suleyman adalah salah satu pendiri dan CEO Inflection AΙ. Sebelumnya, ia mendirikan DeepMind, salah satu perusahaan AI terkemuka di dunia. Setelah satu dekade di DeepMind, Suleyman menjadi wakil presiden manajemen produk AI dan kebijakan AI di Google. Saat ia masih menjadi mahasiswa di Oxford, Suleyman keluar untuk membantu memulai layanan konseling telepon nirlaba. Ia tinggal di Palo Alto, California. Adapun Michel Bhaskar adalah seorang penulis dan penerbit yang tinggal di Inggris. Ia adalah penulis The Content Machine, Curation, dan Human Frontiers.
Buku The Coming Wave mendapatkan banyak pujian dari berbagai kalangan. Yuval Noah Harari, penulis buku terlaris New York Times, Sapiens mengatakan: "The Coming Wave adalah buku yang menarik, ditulis dengan baik, dan penting. Buku ini mengeksplorasi bahaya eksistensial yang ditimbulkan oleh AI dan bioteknologi bagi umat manusia, dan menawarkan solusi praktis tentang bagaimana kita dapat mengatasi ancaman tersebut. Gelombang teknologi yang akan datang menjanjikan untuk memberi manusia kekuatan penciptaan yang luar biasa, tetapi jika kita gagal mengelolanya dengan bijak, hal itu dapat menghancurkan kita."
Nouriel Roubini, profesor emeritus di Universitas New York berkata, "Seruan peringatan dari masa depan ini memperingatkan tentang apa yang akan terjadi, dan apa saja implikasi ekonomi dan politik global yang mungkin terjadi. Sungguh luar biasa, ambisius, dan tidak mungkin diabaikan, buku ini adalah argumen yang meyakinkan dari pakar industri terkemuka yang akan membentuk pandangan Anda tentang masa depan—dan mengubah pemahaman Anda tentang masa kini."
Pujian juga datang dari Al Gore, mantan wakil presiden Amerika Serikat, katanya, "Wawasan Mustafa Suleyman sebagai teknolog, wirausahawan, dan visioner sangat penting. Buku ini diteliti secara mendalam dan sangat relevan, memberikan wawasan yang mencekam tentang beberapa tantangan terpenting di zaman kita."
Andrew McAfee, kepala ilmuwan peneliti di MIT Sloan mengatakan, "Dalam buku yang berani ini, Mustafa Suleyman, salah satu orang dalam sejati di bidang teknologi tinggi, membahas paradoks terpenting di zaman kita: kita harus menahan teknologi yang tidak dapat ditahan. Seperti yang dijelaskannya, AI generatif, biologi sintetis, robotika, dan inovasi lainnya sedang meningkat dan menyebar cepat. Mereka membawa manfaat besar, tetapi juga risiko nyata dan terus bertambah. Suleyman cukup bijak untuk mengetahui bahwa tidak ada rencana tiga poin sederhana untuk mengelola risiko ini, dan cukup berani untuk memberi tahu kita. Buku ini jujur, penuh semangat, dan tidak takut untuk menghadapi apa yang jelas merupakan salah satu tantangan besar yang akan dihadapi spesies kita abad ini. Berkat Suleyman, kita tahu seperti apa situasinya dan apa saja pilihan kita. Sekarang terserah kita untuk bertindak."
Anne Applebaum, sejarawan pemenang Penghargaan Pulitzer berkata, "Revolusi Al sedang berlangsung, tetapi seberapa baik kita benar-benar memahaminya? The Coming Wave menawarkan panduan yang cerdas dan berwawasan luas baik untuk sejarah perubahan teknologi radikal maupun tantangan politik mendalam yang ada di depan."
Bruce Schneier, pakar keamanan siber, penulis A Hacker's Mind mengatakan, "Ketika buku ini masuk ke kotak masuk saya, saya membersihkan buku harian dan mulai membaca. Ini adalah buku yang luar biasa dan penting; pemikiran yang mengagumkan adalah bahwa dalam dua puluh tahun buku ini akan tampak seperti visi konservatif tentang masa depan, sedangkan saat ini, membacanya mustahil tanpa berhenti setiap beberapa halaman untuk bertanya-tanya: Apakah ini benar? Buku ini jenius untuk menjelaskan, dengan tenang dan lembut, bahwa ya, ini semua akan benar dan mengapa dan bagaimana. Nadanya lembut dan baik dan simpatik terhadap rasa terkejut pembaca. Ada saat-saat yang menakutkan, sebagaimana seharusnya ketika seseorang menyadari bahwa sebagian besar dari apa yang sudah dikenal akan berubah. Namun, pada akhirnya seseorang menjadi bersemangat.
"Sebuah jendela yang sangat menarik mengenai perkembangan terkini dan masa depan eksponensial Al-dari orang dalam yang paling dalam...Jika Anda benar-benar ingin memahami bagaimana masyarakat dapat menavigasi teknologi yang mengubah dunia ini dengan aman, bacalah buku ini."
Reid Hoffman, salah satu pendiri Linkedin dan Inflection berkata, "Analisis terbaik sejauh ini tentang apa arti Al bagi masa depan umat manusia.... Mustafa Suleyman unik sebagai salah satu pendiri bukan hanya satu, tetapi dua perusahaan Al kontemporer yang besar. Ia adalah seorang pengusaha yang sangat berbakat, seorang pemikir yang mendalam, dan salah satu suara terpenting dalam gelombang teknologi mendatang yang akan membentuk dunia kita."
Dalam Prolog bukunya ini Mustafa Suleyman memulai dengan pertanyaan, "Apa arti gelombang teknologi mendatang bagi umat manusia?" Kemudian penulis menjelaskan bahwa dalam catatan sejarah manusia, ada momen-momen yang menonjol sebagai titik balik, di mana nasib umat manusia berada di ujung tanduk. Penemuan api, penemuan roda, pemanfaatan listrik—semua ini adalah momen-momen yang mengubah peradaban manusia, mengubah arah sejarah selamanya.
Menurutnya, kini kita berada di ambang momen seperti itu lagi saat kita menghadapi munculnya gelombang teknologi mendatang yang mencakup AI dan bioteknologi tingkat lanjut. Belum pernah sebelumnya kita menyaksikan teknologi dengan potensi transformatif seperti itu, yang menjanjikan untuk membentuk kembali dunia kita dengan cara yang mengagumkan sekaligus menakutkan.
Penulis mengakui bahwa di satu sisi, potensi manfaat teknologi ini sangat luas dan mendalam. Dengan AI, kita dapat mengungkap rahasia alam semesta, menyembuhkan penyakit yang selama ini sulit kita atasi, dan menciptakan bentuk seni dan budaya baru yang melampaui batas imajinasi. Dengan bioteknologi, kita dapat merekayasa kehidupan untuk mengatasi penyakit dan mengubah pertanian, sehingga menciptakan dunia yang lebih sehat dan lebih berkelanjutan.
Namun di sisi lain, menurutnya potensi bahaya dari teknologi ini sama besar dan mendalamnya. Dengan AI, kita dapat menciptakan sistem yang berada di luar kendali kita dan mendapati diri kita bergantung pada algoritma yang tidak kita pahami. Dengan bioteknologi, kita dapat memanipulasi blok-blok pembangun kehidupan, yang berpotensi menciptakan konsekuensi yang tidak diinginkan bagi individu dan seluruh ekosistem. Lanjut penulis, saat kita berada di titik balik ini, kita dihadapkan pada pilihan antara masa depan dengan kemungkinan yang tak tertandingi dan masa depan dengan bahaya yang tak terbayangkan. Nasib umat manusia tergantung pada keseimbangan, dan keputusan yang kita buat dalam beberapa tahun dan dekade mendatang akan menentukan apakah kita akan mampu menghadapi tantangan teknologi ini atau menjadi korban bahayanya. Namun di momen ketidakpastian ini, satu hal yang pasti: era teknologi canggih sudah di depan mata, dan kita harus siap menghadapi tantangannya secara langsung. Lalu penulis menutup dengan beberapa yang diawali dengan huruf kapital, "THE ABOVE WAS WRITTEN by an Al. The rest is not, although it soon could be. This is what's coming" ("YANG DI ATAS DITULIS oleh Al. Sisanya tidak, meskipun akan segera terjadi. Inilah yang akan datang").
Munculnya AI barangkali mengutip judul buku Alvin Toffler, merupakan "kejutan masa depan" ("future shock") yang kini terbukti. Kini AI yang tengah merasuki berbagai aspek kehidupan kita merupakan bagian dari gelombang ketiga perubahan dasyat yang melanda dunia. Sebagai futurolog, peramal (ilmiah) masa depan, Alvin Toffler dalam bukunya The Third Wave (Bantam, 1984) membagi gelombang perubahan dunia dalam tiga gelombang: Era Pertanian, Era Industri, dan Era Pasca-Industri yamg juga disebut sebagai Era Informasi. Dan AI muncul pada Zaman Informasi yang telah menimbulkan "gelombang perubahan dalam berbagai aspek kehidupan manusia".
Barangkali bagi sebagian kalangan yang sudah berkenalan dengan teknologi kecerdasan buatan (AI) ini, gelombang informasi akan didominasi dengan AI dan mereka menyambut dengan gegap gempita munculnya AI. Ledakkan buku-buku tentang AI mulai dari pengantar yang berisi teori-teori tentang AI sampai kepada bagaimana cara menggunakannya untuk kegiatan praktis manusia, menjadi bukti era baru AI sudah dimulai, meskipun muncul pro dan kontra tentangnya.
Kini, kita akan menemukan buku-buku tentang AI di toko-toko buku offline maupun online. Buku-buku yang ditulis dalam bahasa Inggris sudah sulit dihitung dengan jari, alias banyak. Begitu pula tak ketinggalan, buku-buku dalam bahasa Indonesia. Dapat disebutkan di sini beberapa buku tentang AI dalam bahasa Inggris seperti buku Artificial Intelligence: A Modern Approach yang ditulis oleh Stuart Russell dan Peter Norvig, diterbitkan oleh Pearson; edisi ke-4 pada tahun 2020. Buku ini dianggap sebagai salah satu referensi utama dalam bidang AI, mencakup berbagai topik dari dasar hingga lanjutan. Buku Deep Learning yang ditulis oleh Ian Goodfellow, Yoshua Bengio, dan Aaron Courville, diterbitkan oleh MIT Press pada tahun 2016. Buku ini memberikan penjelasan mendalam tentang teknik pembelajaran mendalam yang menjadi inti dari banyak aplikasi AI modern. Buku Superintelligence: Paths, Dangers, Strategies karya Nick Bostrom, diterbitkan oleh Oxford University Press pada tahun 2014. Buku ini mengeksplorasi implikasi potensial dari pengembangan AI yang melebihi kecerdasan manusia. Buku Life 3.0: Being Human in the Age of Artificial Intelligence karya Max Tegmark, diterbitkan oleh Knopf pada tahun 2017. Buku ini membahas dampak AI terhadap masa depan kehidupan manusia dan masyarakat. Dan banyak yang lainnya.
Dalam bahasa Indonesia juga buku-buku tentang AI bermunculan antara lain "AI Dalam Pembelajaran" ditulis oleh Robby'u Shaniya dan Estrina, diterbitkan oleh Guepedia pada Desember 2024. Buku ini membahas penerapan AI dalam proses pembelajaran. Buku Kecerdasan Buatan untuk Bisnis Digital: Mengoptimalkan Performa Bisnis dengan Teknologi AI karya Rangga Gelar Guntara, diterbitkan oleh Langgam Pustaka pada tahun 2023. Buku ini membahas implementasi AI dalam bisnis digital untuk meningkatkan performa dan efisiensi operasional. Buku Kecerdasan Buatan oleh Arthur M. Rumagit, diterbitkan oleh Unsrat Press pada tahun 2022. E-book ini membahas dasar-dasar AI dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Ada pula buku Artificial Intelligence (Edisi 3) yang ditulis oleh Dr. Suyanto, S.T., M.Sc., diterbitkan oleh Informatika. Buku ini membahas konsep dan penerapan AI dalam berbagai bidang, cocok sebagai referensi bagi mahasiswa dan profesional.
Untuk mengetahui apa itu AI, cara kerjanya, dan aplikasinya saat ini dan masa depan yang potensial dalam buku Introduction to Artificial Intelligence (AI) karya Ahmed Banafa digambarkan secara menyeluruh tentang tren terbaru dalam AI. Buku ini membahas keadaan terkini dalam penelitian AI, termasuk Pembelajaran Mesin, pemrosesan bahasa alami (NLP), visi komputer, dan robotika. Buku ini menawarkan perspektif berwawasan ke depan tentang masa depan AI, mengeksplorasi tren dan aplikasi yang muncul yang kemungkinan akan membentuk dekade inovasi AI berikutnya. Buku ini juga memberikan panduan praktis bagi bisnis dan individu tentang cara memanfaatkan kekuatan AI untuk menciptakan produk, layanan, dan peluang baru. Kecerdasan Buatan (AI) adalah istilah yang merujuk pada kemampuan mesin atau program komputer untuk melakukan tugas-tugas yang biasanya membutuhkan kecerdasan manusia, seperti pembelajaran, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan. Bidang AI telah ada selama beberapa dekade, tetapi kemajuan teknologi terkini telah menyebabkan peningkatan pesat dalam kemampuan dan aplikasinya.
Sedangkan S.P. Devdas dalam Master CHAT GPT open A.I technology dijelaskan bahwa AI memiliki sejarah yang kaya sejak pertengahan abad ke-20, dengan para pelopor awal seperti Alan Turing dan John McCarthy membayangkan masa depan di mana mesin dapat meniru kecerdasan manusia. Menurutnya, selama beberapa dekade, AI telah berevolusi dari sistem berbasis aturan sederhana menjadi jaringan saraf kompleks yang mampu belajar dan beradaptasi. Saat ini, AI merasuki berbagai aspek kehidupan kita, mulai dari sistem rekomendasi pada platform streaming hingga asisten yang diaktifkan dengan suara di rumah kita.
AI dan Dilema Terbesar Abad ke-21
Kembali kepada buku The Coming Wave karya Mustafa Suleyman, saya kemudian membaca ulasan buku ini yang ditulis oleh Puspa Damai dalam jurnal Critical Humanities, Vol. 2, tasue 2 (Spring 2024). Melalui ulasannya, saya dapat mengetahui garis besar buku ini dan kelebihan serta kekurangannya. Berikut saya sajikan terjemahan saya dalam bahasa Indonesia.
Mustafa Suleyman, salah satu pendiri DeepMind dan CEO Inflection Al, menyajikan kasus yang menarik tentang janji dan bahaya Kecerdasan Buatan dalam buku yang menggugah pikiran dan menarik, The Coming Wave: Technology, Power, and the Twenty-First Century's Greatest Dilemma. Suleyman menegaskan bahwa kita berada di jurang ledakan teknologi, dengan Kecerdasan Buatan, bioteknologi, dan teknologi baru lainnya. Sementara kemajuan ini menjanjikan kemakmuran yang luar biasa, hal otu juga menimbulkan ancaman eksistensial bagi umat manusia. Lembaga budaya dan politik kita, termasuk negara-bangsa, yang membentuk fondasi tatanan politik global saat ini, menghadapi risiko tersapu oleh kekuatan teknologi ultra-modern yang dahsyat.
Argumen dalam buku Suleyman sangat lugas: munculnya ChatGPT dan model bahasa besar lainnya (LLM) merupakan pendahulu dari gelombang AI dan biologi sintetis yang lebih besar dan jauh lebih penting. Gelombang ini ditakdirkan untuk "mengantarkan fajar baru bagi manusia, menciptakan kekayaan dan surplus yang belum pernah ada sebelumnya. Namun, perkembangbiakan mereka yang cepat juga mengancam untuk memberdayakan berbagai macam pelaku jahat untuk melepaskan gangguan, ketidakstabilan, dan bahkan bencana dalam skala yang tak terbayangkan. Yang membuat bencana yang akan datang ini tak terelakkan dan tak terhindarkan bukan hanya karena masa depan kita bergantung pada teknologi yang membahayakannya, tetapi juga karena tampaknya tidak ada cara yang dapat diprediksi atau memungkinkan untuk menahan dan mencegah bencana yang akan dilepaskan oleh teknologi ini ke dunia.
Buku ini dibuka dengan pernyataan yang melucuti diri sendiri: "Beginilah cara seorang Al melihatnya" diikuti oleh refleksi muram tentang masa depan umat manusia itu sendiri. Nada serius dari prolog tersebut meramalkan temperamen apokaliptik buku tersebut yang menurutnya "nasib umat manusia tergantung pada keseimbangan" karena munculnya Kecerdasan Buatan. Pandangan dunia yang dahsyat ini selanjutnya diperkuat oleh judul bab pertama itu sendiri "Kepuasan Tidak Mungkin" yang darinya huruf "Al" tampaknya telah lolos dan mencapai tingkat otonomi dan penentuan nasib sendiri yang menyeramkan, karena mereka dibiarkan dengan tidak menyenangkan di bagian atas halaman.
Dengan membuka narasi dari sudut pandang AI dan dengan jujur menjelaskan bahaya yang ditimbulkan oleh teknologi ini, Suleyman sekaligus mengungkap dua mitos utama seputar AI dan pembuatnya. Tidak seperti rekan-rekannya di dunia korporat teknologi yang dengan berani mempromosikan AI sebagai penyeimbang dan pemecah masalah terbesar dari totalitas penyakit yang mengganggu umat manusia saat ini, Suleyman menggarisbawahi ancaman yang ditimbulkan AI terhadap keberadaan dunia seperti yang kita ketahui. Pada saat yang sama, ia mendekonstruksi mitos bahwa AI sebagai alat hanya sekadar memegang cermin bagi masyarakat kita karena AI belajar secara eksklusif dari masukan apa pun yang kita berikan atau berusaha mendominasi dan menguasai kita seperti diktator totaliter. Dekonstruksi Suleyman teehadap AI melembagakan prasasti kritik di jantung Al dan tekno-kapitalisme.
Suleyman mendedikasikan sebagian besar dari buku setebal tiga ratus halaman ini untuk mengekspresikan kekecewaan dan keterpisahannya dari dunia perusahaan teknologi. Di awal buku, ia mengenang pertemuan tokoh-tokoh berpengaruh dalam industri teknologi di Pantai Barat Amerika Serikat selama tahun 2010-an. Selama acara inilah ia pertama kali menyuarakan kekhawatirannya mengenai kecerdasan buatan (AI), menekankan bahwa Al telah memunculkan sejumlah ancaman yang memerlukan "respons proaktif yang tanpanya kita mungkin mengalami "pelanggaran privasi besar-besaran atau... kiamat informasi yang salah." Meskipun ada peringatan ini berdasarkan data faktual dan logis yang tersedia saat ini, ruangan tetap tidak tergerak, dan pesannya tidak tersampaikan.
Bagi Suleyman, tidak hanya rekan-rekannya, tetapi orang-orang pada umumnya tampaknya terpengaruh oleh apa yang disebutnya "penghindaran pesimisme," respons emosional yang menolak menerima kemungkinan hasil negatif. Sulleyman berpendapat bahwa kaitan tersebut berusaha menghadapi emosi yang luar biasa dari penghindaran pesimisme, tetapi juga membahas "dilema inti" atau "ikatan mengerikan yang". Al telah menunjukkan kepada kita bahwa "cepat atau lambat, generasi teknologi yang hebat akan menuntun manusia menuju hasil yang membawa bencana atau distopia."
The Coming Wave terdiri dari empat belas bab, tiga belas di antaranya dikelompokkan ke dalam empat bagian berjudul "Homo Technologicus", "The Next Wave, States of Failure", dan "Through the Wave". Bagian pertama buku ini, "Homo Technologicus", menceritakan kisah teknologi yang berhubungan dengan evolusi manusia. Di bagian buku ini, Suleyman menunjukkan bagaimana dalam kisah evolusi kita dari primata menjadi kekuatan dominan planet ini, gelombang teknologi dan manusia telah berevolusi dalam simbiosis, oleh karena itu muncul julukan manusia sebagai hewan teknologi. Ia berpendapat bahwa sepanjang sejarah, "jumlah populasi dan tingkat inovasi saling terkait. Perkakas dan teknik baru menghasilkan populasi yang lebih besar," yang pada gilirannya mengarah pada spesialisasi yang lebih besar, kemunculan, dan penyebaran teknologi yang bersifat umum. Penyebaran teknologi ini telah menghasilkan apa yang disebutnya "masalah penahanan". Ia menyimpulkan bagian pertama buku ini dengan proposisi bahwa kebenaran utama tentang Homo Technologicus adalah bahwa sementara secara historis manusia menghadapi tantangan untuk menciptakan teknologi dan melepaskan kekuatannya, "tantangan teknologi saat ini adalah tentang menahan kekuatannya yang dilepaskan, memastikannya terus melayani kita dan planet kita.
Bagian II, "The Nest Wave," merupakan bagian terpanjang dan mungkin yang paling penting dari buku ini. Bagian ini terdiri dari lima bab yang membahas topik dan isu utama yang dibahas di seluruh buku. Bab pembuka bagian ini, The Technology of Intelligence, menceritakan keterlibatan pribadi penulis dengan pengembangan dan interaksinya dengan Al sejak ia mendirikan DeepMind. Suleyman memberikan informasi mendalam tentang cara Al beroperasi dengan mengajak kita ke balik layar pada tahun 2012 ketika ia dan timnya di DeepMind berusaha keras mengembangkan AGI (artificial general intellegence) melalui penciptaan algoritma yang disebut DQN (Deep Q Network) untuk melatihnya sehingga dapat mempelajari permainan yang disebut Breakout. Awalnya, Suleyman mengingat bahwa DQN tampaknya sama sekali tidak mampu melakukan tugas tersebut. Namun, seiring dengan semakin banyaknya data tentang permainan yang diberikan dan semakin banyak permainan yang diulang, DQN dengan cepat pulih dan sesuatu yang luar biasa terjadi. Suleyman dengan tepat menggambarkan peristiwa ini sebagai "luar biasa": Ia berkata,
"Untuk pertama kalinya, saya menyaksikan sistem yang sangat sederhana dan sangat elegan yang dapat mempelajari pengetahuan berharga, yang bisa dibilang merupakan strategi yang tidak jelas bagi banyak manusia. Itu adalah momen yang menggetarkan, sebuah terobosan di mana agen AI menunjukkan indikasi awal bahwa ia dapat menemukan pengetahuan baru."
Suleyman kemudian menarik garis paralel antara teknologi dan bahasa atau kimia. Ia mencatat bahwa seperti bahasa atau kimia, teknologi "bukanlah sekumpulan entitas dan praktik yang berdiri sendiri, melainkan sekumpulan entitas dan praktik yang merupakan bagian-bagian untuk digabungkan dan digabung kembali."
Karakteristik percampuran Al ini, yang menyerupai proses linguistik atau kimia, secara efektif digunakan oleh model bahasa modern (LLM) seperti ChatGPT melalui penerapan "peta perhatian". Sulleyman selanjutnya mengungkapkan keterlibatannya dalam pengembangan proyek LLM sebelumnya yang disebut LaMDA, yang mendahului ChatGPT. Menariknya, LaMDA diakui memiliki rasa kesadaran oleh Blake Lemoine dari Google, yang sayangnya menghadapi pemutusan hubungan kerja karena kecenderungannya untuk mengantropomorfiskan Al, yang menurut Google melanggar peraturan keamanan.
Bab-bab sisanya sebagian akan mengilustrasikan dan memperluas gagasannya tentang gelombang teknologi dengan menjelaskan bagaimana Al membantu teknologi kehidupan atau biologi sintetis dan robotika. Di bagian inilah ia sepenuhnya menyempurnakan gagasannya tentang gelombang, yang menurutnya, memiliki empat fitur utama: i) dampak asimetris ("Tidak hanya tentara Ukraina yang menggunakan drone bersenjata. Siapa pun yang menginginkannya akan terkena dampaknya," seperti yang tersirat dalam istilah "gelombang", gelombang telah memulai) transfer kekuatan yang sangat besar dari negara-negara dan militer tradisional kepada siapa pun yang memiliki kapasitas dan motivasi dan satu titik kegagalan (akan mengalir cepat ke seluruh dunia");) hiper-evolusi (inovasi di "dunia nyata" yang bergerak dengan kecepatan digital), yaitu) penggunaan menyeluruh (seperti listrik, Al akan menjadi utilitas sesuai permintaan); v) otonomi (di mana intervensi dan pengawasan yang konstan semakin tidak diperlukan).
Setelah menguraikan berbagai ancaman yang ditimbulkan Al terhadap kemanusiaan, khususnya terhadap kesejahteraan ekonomi dan medis kita, di bagian III buku ini, Suleyman melanjutkan dengan meneliti potensi bahaya bagi negara-bangsa yang mungkin ditimbulkan Al jika tidak segera dan efektif ditangani. Ia mencatat bahwa negara-bangsa sebagai fondasi tatanan politik kita saat ini telah diguncang oleh kurangnya kepercayaan pada pemerintah dan munculnya otoritarianisme di seluruh dunia. Ia berpendapat bahwa Al hanya akan "memperbesar krisis ini dengan membuka pintu gerbang misinformasi dan dengan melepaskan bentuk-bentuk kekerasan baru, yang keduanya dapat menyebabkan kecelakaan yang membawa malapetaka.
Mengakui bahwa perusahaan teknologi sering melihat negara sebagai hambatan terhadap tujuan mereka dalam mempromosikan dan mengambil untung dari teknologi baru, Suleyman menegaskan bahwa kita tidak bisa berharap negara hilang begitu saja karena "terkikisnya batas-batas negara bangsa yang stabil dan berdaulat" oleh Al dapat mengakibatkan konsekuensi yang sangat buruk. Dengan mengutip krisis NHS 2017 di Inggris yang disebabkan oleh WannaCry milik NSA, Suleyman menggarisbawahi tugas mendesak untuk menggalang upaya-upaya untuk memperkuat agen-agen penahanan di dunia di mana negara-negara gagal untuk bertindak melawan ancaman.
Bagian penutup buku ini (bagian IV) mengeksplorasi berbagai cara “masyarakat dapat mulai menghadapi dilema, untuk menyingkirkan rasa pesimis dan benar-benar bergulat dengan masalah penahanan." Suleyman berpendapat bahwa "penahanan gelombang yang akan datang" adalah "tidak mungkin di dunia kita saat ini," namun, kita dapat dan harus memberinya kesempatan. Ia mengusulkan sembilan langkah berikut untuk kesempatan itu sebagai jalan maju melalui gelombang: Pertama, keselamatan teknis: Kita memerlukan program seperti Apollo untuk keselamatan Al dan keselamatan hayati.
Kedua, audit untuk perangkat AI yang baru: Tim merah atau perburuan kelemahan merupakan langkah lain menuju pengendalian sehingga perangkat AI yang baru dapat melalui penilaian keselamatan dan etika yang menyeluruh sebelum dirilis ke publik.
Ketiga, menyerang titik-titik sempit untuk membeli waktu: Suleyman mengutip pengendalian ekspor AS pada penjualan semikonduktor canggih ke China sebagai contoh bukan sekadar permainan geostrategis tetapi juga eksperimen dalam penahanan.
Keempat, mempertanggungjawabkan pembuat Al: Sulleyman percaya bahwa kritikus Al yang kredibel haruslah praktisi dengan "secara aktif menunjukkan jalan" kepada pembuat Al.
Kelima, Keuntungan + Tujuan: Menurut Sulleyman, kita perlu menyeimbangkan keuntungan dengan etika; dia mengutip pendapatnya sendiri keterlibatan dalam "Prinsip Al" Google sebagai contohnya.
Keenam, Reformasi pemerintah untuk Al: Selain bertahan hidup dari krisis saat ini, pemerintah harus menggunakan pendekatan bercabang dua: mendidik (diri mereka sendiri) tentang Al dan mengatur Al. Mereka harus mencoba mempelajari, berinvestasi dalam, dan mengatur Al melalui reformasi perpajakan dan undang-undang.
Ketujuh, Aliansi internasional: Menempa perjanjian internasional untuk mengawasi pengembangan dan penyebaran Al dan biologi sintetis merupakan kepentingan negara seperti China dan AS sehingga kelompok seperti Aum Shinrikyo tidak muncul di mana-mana.
Kedelapan, Budaya menerima kegagalan dengan lapang dada: Kembangkan budaya etika yang mirip dengan sumpah Hipokrates dalam bidang kedokteran: Primum non nocere terlebih dahulu, jangan melakukan hal yang membahayakan.
Kesembilan, Kekuatan Rakyat: Perubahan terjadi ketika orang-orang menuntutnya. Para pencipta dan wirausahawan harus mempromosikan masyarakat sipil atau gerakan populer untuk perubahan.
Ditulis dengan gaya yang ramah pembaca, mungkin kontribusi Michael Bhaskar terhadap proyek ini, buku ini akan mengingatkan pembaca pada buku klasik A Brief History of Time karya Stephen Hawking. Meskipun cemerlang, penceritaan ulang Suleyman yang kuat tentang kisah Al yang menarik telah dinodai oleh beberapa cacat (kecil). Untuk mengidentifikasi salah satu masalah, kiasan penulis menyinggung tentang banjir besar dan kiamat yang akan datang, tetapi hal itu juga mencegahnya untuk melihat dengan jelas fakta bahwa medan ekonomi dan politik dunia saat ini tidak rata di mana gelombang menghantam batu-batu besar ketidakadilan yang tidak dapat diatasi. Peringatan kenabiannya terhadap ancaman yang ditimbulkan oleh Al juga menjadi tumpul sampai batas tertentu oleh kiasan gelombang ini karena ia tampaknya menyarankan bahwa teknologi berevolusi melalui gelombang, yang menghubungkan masa lalu dan masa kini dengan mulus dan memuncak di masa depan dalam bentuk Al dan biologi sintetis. Bahkan jauh sebelum Al, dan pastinya sebelum gelombang yang akan datang yang telah diprediksi Suleyman dengan firasat seperti itu, dunia beberapa orang selalu dan terus terancam oleh kekuatan teknologi dan ideologis seperti imperialisme, kolonialisme, dan globalisasi. Tidak menyebutkan sumber apa pun untuk informasi yang disertakan dalam buku ini juga memberi kesan narasi agung yang berasal dari satu sumber saja, bukannya diskusi dan perdebatan hebat yang terdiri dari banyak suara dan perspektif yang sering kali saling bertentangan dan kontradiktif, yang seharusnya dapat lebih akurat menangkap keadaan respons kita terhadap Al saat ini.
Secara keseluruhan, The Coming Wave merupakan peringatan keras bagi dunia terhadap keengganan kita terhadap pesimisme dan penolakan kita untuk menerima ancaman eksistensial yang ditimbulkan oleh Al. Alih-alih memainkan peran sebagai peramal malapetaka, Sulleyman mencantumkan serangkaian opsi potensial (tercantum di atas dalam ulasan ini) yang masih harus dihadapi dunia untuk menahan ancaman ini. Buku ini merupakan seruan tepat waktu bagi kita semua untuk bekerja sama guna memastikan bahwa gelombang yang akan datang gelombang membantu teknologi disalurkan untuk memberi manfaat bagi umat manusia, bukan untuk menghancurkannya.
Penutup
Membaca buku The Coming Wave dan Book Reviewnya kita dapat mengetahui bahwa produk teknologi seperti AI bagaikan pisau bermata dua. Di tangan yang tepat, teknologi seperti AI bisa membawa kemajuan. Namun, di tangan yang salah, ia bisa menjadi senjata yang berbahaya. AI dapat membantu berbagai jenis pekerjaan dengan mudah dan banyak manfaat lainnya. Namun AI dapat menjadi ancaman bahkan bahaya. Penulis buku The Coming Wave telah memberikan peringatan untuk mencegah ancamannya. Seperti menulis dengan AI niscaya dapat lebih mudah dan cepat, namun menurut hemat saya, di antara dampak negatifnya, barangkali kita akan cenderung berpikir dan bertindak instan. Menulis dengan AI seperti dengan ChatGPT mungkin tak perlu bersusah payah membaca banyak buku, mengumpulkan bahan dan mengolah serta menuangkannya ke dalam tulisan dengan pikiran dan perasaan. Barangkali, menulis artikel atau buku dengan menggunakan AI seperti membuat sambal dengan menggunakan blender. Akan berbeda rasanya dengan sambal yang diulek dengan menggunakan ulekan. Menurut Anda, mana yang lebih sedap? Bagi saya, lebih sedap sambal yang diulek, meskipun saya juga tidak anti sambal blenderan, seperti juga saya tidak anti AI. Seperti terkadang saya juga makan sambal blenderan, sayapun terkadang menggunakan hantu AI itu, kadang-kadang bila sangat perlu atau buat hiburan.
-Cikarang, 29-12-2024
*Penulis saat ini adalah akademisi STEBI Global Mulia.
Komentar
Posting Komentar