"Jalan lain" Tafsîr Jalâlayn*

Cak Yo


 


Saya tidak tahu "kenakalan" seorang santri yang memelesetkan Jalâlain atau Jalâlayn dengan "jalan lain" itu bisa dibenarkan atau tidak.  Kenakalan semacam itu, sering kali, dalam obrolan yang penuh canda di antara santri, hanya dianggap semata candaan. Kyai yang mendengar itu juga tidak menganggap itu sebagai masalah bahkan menanggapinya hanya senyum-senyum saja. Bahkan ada satu judul kitab kumpulan hadis-hadis hukum (ahâdith al-ahkâm) yang juga diplesetkan. Tapi saya tidak berani mengungkapkan plesetan itu di sini. Ini semacam produk "kecerdasan" para santri dengan selera humor yang tinggi. 

Barangkali hanya bagi mereka yang paham mana domain atau wilayah uşûl dan mana yang furû'. Mereka yang demikian itu sudah terbiasa dengan kajian kitab-kitab yang di dalamnya usûl dan furû' terdedah di hampir setiap halamannya. Dan tidak perlu membaca kitab uşûl dan furû' secara khusus semacam kitab al-Uşûl wa al-Furû' karya Ibn Hazm al-Andalusî (w. 456 H.) yang memang bukan kitab primer di pesantren, yang mungkin juga tidak dikaji, dan cukup membaca kitab-kitab yang biasa dikaji di pesantren, mereka sudah memahami mana wilayah prinsipil atau yang pokok-pokok (uşul) dan mana wilayah yang cabang dan ranting (furû'). Apalagi candaan semacam memelesetkan Jalâlayn atau Jalalen menjadi "jalan lain" dianggap biasa saja. Ada gurauan terkenal di kalangan santri dan kyai tentang Imam Sibawayh, "Bapak Ahli Nahwu" ketika ditanya Malaikat Munkar-Nakir, "Man rabbuka...."? Imam Sibawayh malah balik bertanya, "Man di situ man isim mawşúl atau istifhâm?". Dan banyak lagi gurauan semacam itu.

Tetapi, di sini, saya tidak bermaksud membahas lebih lanjut tentang gurauan. Justru saya mau serius. Yang saya maksudkan "jalan lain" Jalâlayn itu dengan uraian berikut. Kitab Tafsir al-Jalālayn adalah sebuah karya tafsir yang sangat berpengaruh dalam dunia Islam. Ditulis oleh dua ulama besar yang sama-sama bernama Jalâl (Jalâlayn), yaitu Jalâl al-Dín al-Mahallî (w. 1459) dan Jalâl al-Dîn al-Suyûtî w. 1505).  Tafsir ini telah menjadi salah satu referensi utama bagi banyak orang yang ingin memahami Al-Qur'an. 

Tafsir al-Jalālayn dikenal luas di dunia Islam sebagai salah satu tafsir yang paling populer dan banyak dibaca. Keberadaan salinan Tafsir al-Jalālayn di hampir setiap toko buku dan perpustakaan di dunia Arab dan Islam menunjukkan betapa luasnya pengaruh dan popularitasnya. 

Sebagai tafsir klasik Sunni, Tafsir al-Jalālayn dikenal karena kesederhanaan dan kemudahan pemahamannya. Ini menjadikannya sebagai pengantar yang ideal bagi orang-orang yang baru mulai mempelajari tafsir Al-Qur'an. Dengan kehadirannya yang selalu ada di samping teks Al-Qur'an, tafsir ini berfungsi sebagai alat referensi cepat untuk memahami makna kata-kata dalam Al-Qur'an yang mungkin tidak langsung dipahami oleh pembaca modern.

Tentang Penyusun

Abū 'Abd Allāh Muḥammad ibn Shihāb ad-Dīn Jalāl ad-Dīn al-Maḥallī, atau dikenal sebagai Jalaluddin, adalah seorang mufassir dan ahli hukum Syafi'i dari Mesir yang terkenal. Lahir sekitar tahun 1389 dan wafat pada 1460 M, ia menulis banyak karya penting dalam studi Islam, termasuk dua karya utama: Tafsir al-Jalalayn dan Kanz al-Raghibin, yang merupakan penjelasan atas Minhaj al-Talibin karya Al-Nawawi, kitab hukum Islam klasik dalam fiqih Syafi’i. Tafsir al-Jalalayn dimulai oleh Jalal ad-Din al-Maḥallī pada tahun 1459 dan diselesaikan oleh muridnya, Jalal ad-Din as-Suyuti, pada tahun 1505. Tafsir ini dikenal karena bahasa yang sederhana dan ringkas serta hanya terdiri dari satu volume, menjadikannya salah satu tafsir Al-Qur'an yang paling populer dan banyak diterjemahkan ke berbagai bahasa seperti Inggris, Prancis, Bengali, Urdu, Persia, Melayu/Indonesia, Turki, dan Jepang.

Jalâl al-Dîn al-Suyûtî adalah seorang ulama besar dalam Islam yang dikenal dengan berbagai karya pentingnya di antaranya Tafsir al-Jalalayn, sebuah tafsir Al-Qur'an yang ditulis bersama gurunya Jalal al-Din al-Mahalli. Selain itu, ia menulis Dur al-Manthur, sebuah narasi tafsir yang terkenal dan berwibawa, serta Al-Itqān fi 'Ulum al-Qur'an, panduan komprehensif dalam ilmu-ilmu Al-Qur'an. Karya-karya lain yang signifikan termasuk Al-Tibb al-Nabawi, mengenai pengobatan Nabi Muhammad,

Al-Jaami' al-Kabir dan Al-Jaami' al-Saghir, dua koleksi hadits penting, serta komentar seperti Sharh Sunan al-Nasaai. Al-Suyuti juga menyusun catatan lengkap dari Sunan Abi Dawud, Alfiyyah Al-Hadits, dan Tadrib al-Rawi, yang berkaitan dengan terminologi hadis. Di bidang fiqh Syafi'i, ia menulis Al-Ashbaahu Wan-Nadhaair. Selain itu, ia dikenal melalui karya-karya sejarah seperti Sejarah Para Khalifah dan Para Khalifah yang Mengambil Jalan yang Benar. Ia juga menyusun Tabaqat al-Huffaz, Nuzhat al-Julasāʼ fī Ashʻār al-Nisāʼ, Al-Khasais-ul-Kubra, Al-Muzhir (linguistik Arab), Uqud Al Juman (retorika Arab), dan Al-Faridah (tata bahasa Arab).

Metode dan Strategi Tafsir al-Jalālayn

Tafsir al-Jalālayn dapat dikategorikan sebagai tafsir bi-l-ma'tsur, yaitu tafsir yang berdasarkan pada pengetahuan yang diwariskan dari tradisi awal Islam, termasuk hadits dan sejarah Islam. Namun, tafsir ini tidak hanya mengandalkan materi yang diturunkan dari zaman Nabi Muhammad (SAW), tetapi juga menggunakan berbagai pendekatan dalam menjelaskan teks Al-Qur'an:

1. Penjelasan Hadits: Tafsir ini mengutip hadits yang berkaitan dengan ayat-ayat Al-Qur'an untuk memberikan konteks yang lebih mendalam.

2. Sinonim Arab: Memberikan sinonim untuk kata-kata Al-Qur'an yang sulit dipahami.

3. Penjelasan Hukum: Menguraikan hukum yang terkandung dalam ayat-ayat menurut mazhab Syafi'i.

4. Konteks Ayat: Mengaitkan ayat-ayat dengan ayat lain yang relevan untuk memberikan pemahaman yang lebih luas.

5. Asbab al-Nuzul: Menjelaskan situasi atau peristiwa yang terjadi saat wahyu diturunkan untuk memberikan konteks yang lebih jelas.

6. Naskh dan Mansukh: Menunjukkan ayat-ayat yang telah dibatalkan dan ayat-ayat yang membatalkan.

7. Bacaan Variatif: Membahas bacaan-bacaan berbeda dari Al-Qur'an dan penekanan masing-masing bacaan.

8. Tata Bahasa: Membahas tata bahasa Al-Qur'an dan bentuk-bentuk linguistik yang kompleks.

9. Kiasan Linguistik: Menjelaskan penggunaan kiasan, metafora, dan gaya bahasa lainnya dalam Al-Qur'an.

10. Kisah-Kisah dalam Al-Qur'an: Menguraikan kisah-kisah para nabi dan elemen lain dalam Al-Qur'an, termasuk materi yang bersumber dari tradisi Kristen dan Yahudi.

Tujuan utama Tafsir al-Jalālayn adalah untuk mempermudah pemahaman makna langsung dari Al-Qur'an tanpa mengganggu isi bacaannya. Tafsir ini berusaha untuk menjelaskan ambigu yang mungkin ada dalam teks sehingga pembaca, bahkan yang paling sederhana sekalipun, dapat dengan cepat memahami makna literalnya. Ini menjadikannya sebagai pengantar klasik yang sangat berharga dan salah satu rahasia di balik popularitasnya yang abadi.

Pandangan tentang Tafsir Berdasarkan Pendapat Pribadi (Ra'y)

Beberapa kalangan ulama berpendapat bahwa tafsir Al-Qur'an yang didasarkan pada pendapat pribadi tanpa mengikuti tradisi yang sah adalah terlarang. Ibnu Katsir, misalnya, menekankan bahaya berbicara tentang Al-Qur'an berdasarkan pendapat pribadi tanpa pengetahuan yang mendalam. Namun, ulama lain seperti Fakhr al-Din al-Razi dan al-Ghazali menganggap bahwa penafsiran pribadi masih diperbolehkan dalam batas-batas tertentu, selama penafsiran tersebut tidak bertentangan dengan makna literal Al-Qur'an dan ajaran syariah.

Al-Ghazali berpendapat bahwa penafsiran terhadap ayat-ayat alegoris Al-Qur'an dapat dilakukan dengan syarat bahwa penafsir memiliki pengetahuan yang mendalam tentang Al-Qur'an dan bahasa Arab, serta tidak bertentangan dengan penafsiran yang diterima secara luas. Sementara Ibnu 'Arabi menganggap bahwa selama penafsiran tidak bertentangan dengan makna literal dan syariah, itu dapat diterima.

Kesimpulan

Tafsir al-Jalālayn berusaha untuk memberikan penjelasan yang mudah dipahami sambil mengikuti metode-metode tafsir yang diterima. Tafsir ini menggabungkan pendekatan klasik dengan kebutuhan untuk mempermudah pemahaman bagi pembaca modern, menjadikannya sebagai referensi yang sangat berharga dalam studi Al-Qur'an. Apakah itu dapat dikategorikan "jalan"  penyusun Tafsir al-Jalālayn. Saya tidak tahu. Namun, tidak sedikit mufasir berikutnya yang mengikuti jalan (manhaj) Tafsir al-Jalālayn.

*Sumber tulisan: "Introduction and Foreword" Tafsir al-Jalālayn: Great Commentaries on the Holy Qur'an, translated by Feras Hamza (Royal Aal al-Bayt Institute for Islamic Thought, Fons Vitae, 2008, x-xx), dengan terjemahan, saduran, dan tambahan di sana sini oleh penulis artikel sederhana ini.

-Asrama Mahasiswa-Pesantren Abdurrahman bin Auf GIM Foundation, Cikarang, 05 September 2024-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Zakat dalam Kitab-kitab Fikih dan Tasawuf: Studi Komparatif-Interdisipliner

Ibn 'Arabî sebagai Mujtahid

Islam dari Masa Klasik hingga Masa Modern: Sedikit Ulasan Buku The Venture of Islam